Pemandangan Islam<\/em> yang \u201cmenggabungkan pengetahuan tentang pengaturan masyarakat bagi kepentingan rakyat yang sengsara dan miskin\u201d dengan \u201ckehendak dan tuntutan Islam.\u201d <\/p>\n\n\n\nPada Desember 1923, polisi Hindia Belanda menangkapnya karena delik pers. Ia dijatuhi hukuman 18 bulan penjara oleh pengadilan dan bebas pada September 1925.<\/p>\n\n\n\n
Pelarian di Singapura<\/h2>\n\n\n\n Pasca-gagalnya pemberontakan di Silungkang pada malam tahun baru 1927, Djamaluddin Tamim kembali menjadi target penangkapan pemerintah kolonial. Meski demikian, ia berhasil meloloskan diri ke Singapura. <\/p>\n\n\n\n
Selanjutnya, ia berangkat menuju Bangkok, Thailand. Pada 2 Juni 1927, bersama Tan Malaka dan Subakat, ia mendirikan PARI sebagai penerus perjuangan PKI. PARI memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan cara-cara revolusioner, tetapi tak meninggalkan ideologi komunis sebagai pedoman aksi.<\/p>\n\n\n\n
Djamaluddin Tamim mengatur kegiatan PARI di Singapura, Malaysia, dan Hindia Belanda. Ia merekrut dan membina sejumlah kader lewat kursus-kursus \"tingkat tinggi\u201d. Pengikutnya yang terkemuka adalah Djamaloeddin Ibrahim dan Kandoer Sutan Rangkayo Basa. <\/p>\n\n\n\n
Ia juga mengirim sejumlah orang ke persembunyian Tan Malaka untuk memperoleh pendidikan politik. Seperti halnya Tan Malaka, Djamaluddin Tamim selama pelariannya memiliki banyak nama samaran, seperti Gow, Abdullah, Si Badu, Lookman, Si Besar, Joseph, dan Sulaiman. <\/p>\n\n\n\n
Ia amat waspada dari kejaran Departemen Investigasi Kriminal (CID) Singapura: ketika ia merasa terancam, ia lari ke pantai dan menyamar sebagai nelayan atau pelaut.<\/p>\n\n\n\n
Menjadi Digulis<\/h2>\n\n\n\n Pelarian Djamaluddin Tamim berakhir setelah CID Singapura menangkapnya pada 13 September 1932. Selanjutnya, ia dibawa ke Batavia untuk diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Ia meringkuk dalam penjara selama beberapa bulan, sebelum akhirnya dibuang ke Boven Digul pada 8 Oktober 1933.<\/p>\n\n\n\n
Setelah Jepang mendarat di Indonesia, Djamaluddin Tamim bersama beberapa Digulis lainnya dipindahkan ke Brisbane, Australia. Di sini, pada 21 September 1945, ia memimpin Central Komite Indonesia Merdeka (Cenkim) yang ia bentuk bersama Moh. Bondan. <\/p>\n\n\n\n
Djamaluddin menginjakkan kakinya ke Tanah Air pada Januari 1946. Berikutnya, ia aktif sebagai anggota Partai Murba dan mendirikan Pustaka Murba untuk menerbitkan tulisan-tulisan Tan Malaka. <\/p>\n\n\n\n
Kehidupan Pribadi dan Keluarga<\/h2>\n\n\n\n Ia meninggal dunia di Jakarta pada 1 April 1977. Tidak banyak catatan dan dokumentasi mengenai kehidupan pribadi maupun keluarga Djamaluddin Tamim. <\/p>\n\n\n\n
Acu Yet mengatakan, Djamaluddin Tamim memiliki delapan orang anak dari istrinya bernama Tudjza Halim. Mereka yakni Yuliasmi, Martini, Nadir, Lunik, Yurri, Irianta, Titi, dan Tinara. [den]<\/strong><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"Suluah.com \u2013 Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) di Sumatra...","protected":false},"author":4,"featured_media":2951,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_jetpack_memberships_contains_paid_content":false,"footnotes":""},"categories":[1],"tags":[170,41],"yoast_head":"\n
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Keluar-Masuk Penjara<\/title>\n \n \n \n \n \n \n \n \n \n \n \n \n \n\t \n\t \n\t \n \n \n \n \n \n\t \n\t \n\t \n