Masjid Jamik Mandiangin Bukittinggi Berusia Nyaris Dua Abad

Masjid Jamik Mandiangin di Bukittinggi mewarisi bentuk atap masjid tradisional Minangkabau, walaupun bangunannya telah mengalami perombakan.

Bentuk lampau Masjid Jamik Mandiangin.

Suluah.com – Di Bukittinggi, ada delapan masjid tua yang masih berdiri sampai sekarang. Namun, hanya satu saja yang masih memperlihatkan bentuk aslinya, yakni Masjid Jamik Mandiangin. Masjid ini terletak di Kelurahan Campago Ipuh, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi.

Masjid Jamik Mandiangin masih mewarisi bentuk atap masjid tradisional Minangkabau, walaupun bangunannya telah mengalami perombakan. Eksistensi masjid ini telah melewati masa hampir dua abad. Bagaimana sejarahnya?

Berawal dari Surau

Cikal bakal Masjid Jamik Mandiangin berawal dari Surau Gadang Mandiangin yang berdiri sekitar tahun 1830. Lokasinya berada di kompleks makam Tuanku Kurai. Surau itu memiliki bentuk yang identik dengan surau tradisional di Minangkabau, yakni berdenah persegi dengan atap limas.

Konstruksi bangunan surau berupa panggung dengan dinding kayu dan lantai papan. Atapnya terbuat dari ijuk bertopangkan 25 tiang. Tiang utama di tengah atau tunggak macu memiliki ketinggian 30 meter.

Seiring waktu, Surau Gadang Mandiangin berkembang menjadi masjid jamik. Masjid ini tercatat sebagai salah satu dari delapan masjid jamik yang ada di Nagari Kurai Limo Jorong (wilayah Bukittinggi sekarang). Masjid lainnya terdapat di Birugo, Aua Kuniang, Tigo Baleh, Tarok Dipo, Koto Selayan, dan Tangah Sawah.

Perbaikan dan Renovasi

Pembangunan Masjid Jamik Mandiangin sebagai pengganti surau sebelumnya terjadi antara 1855 hingga tahun 1865, sebagaimana catatan pengurus masjid yakni Angku Rajo Di Langik dalam arsip Pemerintah Kota Bukittinggi.

Ciri khas masjid ini yakni bangunan tambahan di sisi pintu masuk yang berfungsi sebagai beranda. Tampilan bangunannya berbeda dengan bangunan induknya. Dinding beranda terbuka dengan pilar bergaya pelengkung. Pada bagian atapnya, terdapat semacam menara berdenah segi delapan dengan jendela daun ganda.

Saat itu, bangunan masjid masih terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari ijuk. Pada akhir tahun 1939, pengurus melakukan renovasi pertama, meliputi penggantian material atap menjadi seng. Selanjutnya, dilakukan perbaikan pada beranda karena atapnya yang sudah roboh.

Dokumentasi renovasi ini tercatat dalam Majalah Berita Koerai No. 12 edisi Desember 1939.

"Mesdjid Mandiangin jang idjoek dahoeloenja jang telah lapoek dan botjor, 'lah banjak loteng kebasahan. Sekarang bertoekar dengan atap zink, dan hampir siap poela," demikian tertera dalam Berita Koerai.

Salah seorang tokoh yang berperan dalam renovasi pertama Masjid Jamik Mandiangin adalah Nagari Hoofd (Kepala Negeri) Mandiangin Datuk Nan Baranam.

"Soenggoehpoen beliau itoe mempoenjai tanggoengan jang berat dalam negeri, didorong karena keinsafan akan agama, di samping kerdja beliau jang berat itoe, beliau poen serta pula meoaroes mesdjid," tulis Berita Koerai.

Masjid Jamik Mandiangin di Bukittinggi mewarisi bentuk atap masjid tradisional Minangkabau, walaupun bangunannya telah mengalami perombakan.

Masjid Jamik Mandiangin sebelum dan setelah renovasi besar-besaran pada tahun 1980.

Renovasi besar-besaran terjadi pada tahun 1980. Pengurus memutuskan melakukan perombakan total pada bangunan dan meningkatkan kapasitas masjid.

Di ruang utama, sebanyak 25 tiang kayu berdiameter 45–75 cm yang kondisinya sudah lapuk dilapisi papan baru membentuk segi delapan. Selanjutnya, lantai bangunan yang terbuat dari papan diganti menjadi keramik.

Begitu pula ruang beranda, diperbarui menjadi bangunan bertingkat dua berdinding keramik.

Namun, dalam pelaksanaan renovasi, nilai-nilai arkeologis pada bangunan masjid terabaikan karena kurangnya koordinasi dengan pihak berwenang. Menurut catatan Angku Rajo Di Langik, renovasi besar-besaran membuat bentuk Masjid Jamik Mandiangin menjadi baru.

"Kita lupa bahwa dengan pergantian bentuk ini menjadikan [Masjid Jamik Mandiangin] hilang sebagian bentuk aslinya," tulis Angku Rajo Di Langik.

Meski begitu, atap Masjid Jamik Mandiangin masih memperlihatkan bentuk aslinya, yakni model limas sebagaimana atap masjid tradisional Minangkabau.

Kondisi Saat Ini

Masjid Jamik Mandiangin di Bukittinggi mewarisi bentuk atap masjid tradisional Minangkabau, walaupun bangunannya telah mengalami perombakan.

Ruang utama Masjid Jamik Mandiangin Bukittinggi.

Setelah renovasi, ruang utama masjid ini memiliki denah berukuran 18 x 17 meter. Pintu masuknya berada di ujung utara dan selatan (dua buah). Ruang utama memiliki 10 buah jendela dengan dua daun jendela, masing-masing empat di dinding utara dan selatan serta dua buah di dinding barat mengapit bangunan mihrab.

Dinding ruang utama terbuat dari batu berpelester dan berlapis keramik. Pada bagian timur, terdapat dinding kaca yang berfungsi sebagai pembatas ruang utama dengan bangunan serambi.

Baca juga: Masjid Jamik Tarok, Salah Satu yang Tertua di Bukittinggi

Di sisi barat, terdapat mihrab berbentuk persegi panjang dengan hiasan dua tiang semu yang membentuk tiga buah relung berhiaskan sulur dan geometris. Mimbar memiliki denah berukuran 258 x 143 x 370 cm, terbuat dari beton cor dan memiliki atap bertopangkan empat tiang.

Kawasan Masjid Jamik Mandiangin berbatasan dengan area persawahan di sebelah utara serta jalan raya di sebelah selatan dan timur. Selanjutnya, bagian barat berbatasan dengan pemakaman, kebun, dan rumah penduduk. [den]

Baca Juga

Masjid Raya Ganting
Masjid Raya Ganting, Riwayat Karya Arsitektur Buah Keberagaman Kota Padang
Hotel Centrum adalah bekas hotel di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat yang dibangun pada masa kolonial Belanda
Hotel Centrum Bukittinggi, Pernah Dibumihanguskan, Kini Sengketa Lahan
Asvi Warman Adam adalah sejarawan kontemporer Indonesia yang menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1983.
Asvi Warman Adam, Menguak Kabut Sejarah
Masjid Jamik Sungai Jariang terletak di Jorong Sungai Jariang, Nagari Koto Panjang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.
Masjid Jamik Sungai Jariang Berusia Seabad Berkubah Kuning Cemerlang
NV Kedjora adalah percetakan dan penerbit terkenal di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat (Sumbar) yang berdiri pada 17 September 1952
Sejarah NV Kedjora, Percetakan dan Penerbit Terkenal di Bukittinggi
Jam Gadang pernah dipasangi papan reklame di puncaknya pada 1929 dan menimbulkan protes dari warga
Jam Gadang Pernah Punya Papan Reklame Raksasa di Puncaknya