Suluah.com – Di Sumatra Barat, pembangunan masjid tak pernah selesai. Dalam rentang waktu tertentu, bangunannya berubah. Baik itu karena kebutuhan pengembangan, material yang sudah uzur, atau hancur akibat gempa bumi.
Demikianlah yang tergambar pada Masjid Jamik Sungai Tanang di Nagari Sungai Tanang, Kabupaten Agam. Masjid ini mengalami perubahan bentuk dengan berbagai sebab.
Berdiri sejak 1931

Masjid ini merupakan masjid utama bagi masyarakat Nagari Sungai Tanang. Sebagai masjid, bangunannya sudah ada sejak tahun 1931.
Sejarah masjid di Minangkabau pada masa lampau tak terlepas dari sejarah nagari tempatnya berada. Sebab, salah satu syarat nagari dapat berdiri adalah keberadaan masjid.
Nagari Sungai Tanang sudah eksis sebelum kemerdekaan dan dulunya merupakan bagian dari Nagari Padang Lua. Sementara itu, Nagari Padang Lua merupakan hasil pemekaran dari Nagari Banuhampu pada tahun 1881.
Sungai Tanang terkenal karena mata airnya yang menjadi buah nyanyian sampai kini. Sejak tahun 1901, pipa air minum dialirkan dari sini untuk keperluan penduduk Bukittinggi.
Di depan masjid, terdapat tempat pemandian alami yang terkenal dan menjadi salah satu tujuan wisata. Masyarakat menamainya Tabek Gadang.
Menjadi Lokasi Syuting Film

Secara keseluruhan, bangunan awal Masjid Jamik Sungai Tanang terbuat dari kayu, kecuali pondasi dan atap. Pondasi terbuat dari bahan susunan batu kali yang ditinggikan.
Bangunannya berdenah persegi dengan kubah utama di tengah dikelilingi tiga kubah secara simetris. Seluruh kubah memiliki jendela atap sebagai sumber pencahayaan alami.
Di sisi mihrab, bangunan menjorok ke luar membentuk ruang berdenah persegi delapan. Di sisi berseberangan, bentuk yang sama mengapit bangunan. Ketiga "anak bangunan" ini memiliki kubah masing-masing.
Menurut penulis Rahmat Irfan Denas, bentuk semacam ini merupakan vernakularisasi dari Masjid Raya Al-Mashun peninggalan Kesultanan Deli.
Masjiid ini menjadi salah satu lokasi syuting film Para Perintis Kemerdekaan tahun 1977 garapan Asrul Sani.
Perubahan Bentuk

Untuk mengakomodasi kebutuhan ruang seiring dengan pertumbuhan jemaah, maka masyarakat memperluas masjid dengan cara merombak bangunan.
Perombakan terjadi pada tahu 1980-an yang menyebabkan perubahan bentuk dan material bangunan. Denah bangunan meluas ke seluruh sisi, kecuali sisi mihrab.
Material kayu pada dinding berganti dengan beton sepenuhnya. Sementara itu, material atap berupa seng berganti baru.
Rusak Berat Akibat Gempa

Bentuk ini bertahan hingga Maret 2007, ketika gempa bumi menyebabkan masjid ini mengalami kerusakan berat.
Baca juga: Masjid Jamik Mandiangin Bukittinggi Berusia Nyaris Dua Abad
Pembangunan kembali Masjid Jamik Sungai Tanang berlangsung tak lama kemudian. Namun demikian, penyelesaiannya butuh waktu bertahun-tahun.
Masjid baru bergaya modern, berbeda sama sekali dari bentuk awal. Desainnya menonjolkan beranda terbuka dengan pilar bergaya pelengkung. [den]











