Mengenal Gereja Advent di Padang

Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) Padang.

Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) Padang. [Foto: Rahmatdenas]

Suluah.com – Padang adalah kota bersejarah bagi Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK). Dari kota inilah, pekabaran Advent dimulai di Indonesia. GMAHK Padang berada di tepi Pantai Padang, tepatnya di Jalan Samudra.

Minggu (17/9/2023) siang, kala Suluah.com berkunjung, tidak ada kegiatan ibadah di gereja. Kebaktian diadakan pada hari Rabu, Jumat, dan Sabtu. Beruntung, kami bisa bertemu Pendeta Candra Laut Peator Siregar.

Dari segi bentuk bangunan, gereja ini tampak berbeda dengan gereja umumnya di Padang. Gereja ini tidak memiliki menara lonceng di dekat atap. Tapi, denah bangunannya tetap sama, persegi memanjang ke belakang.

Atapnya berbentuk pelana, terbuat dari seng yang berwarna kecoklatan. Di dindingnya, tepat di atas pintu masuk, terdapat simbol salib dan tulisan “Munson Memorial Church” atau Gereja Memorial Munson.

“Munson adalah nama penginjil yang datang ke Padang sekitar tahun 1899. Dia berasal dari Amerika. Nama lengkapnya Ralph Waldo Munson,” ujar Pendeta Candra kepada Suluah.com.

Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Padang
Pendeta Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) Padang Pendeta Candra Laut Peator Siregar. [Foto: Rahmatdenas]

Pendeta Candra tidak tahu persis bagaimana sejarah kedatangan Ralph Waldo Munson. Dia baru dua bulan bertugas melayani jemaat di Padang. Namun, ia menyebut GMAHK Padang sebagai salah satu gereja Advent tertua di Indonesia.

"Gereja Advent di Padang usianya sudah lebih dari 100 tahun. Bahkan, awal mula Advent di Indonesia ada di Padang," sebutnya.

Mengutip George Munson dalam bukunya berjudul More Than Conquerors (2007), Ralph Waldo Munson datang dari New York, Amerika ke Padang pada tahun 1899. Bersama istri dan kelima anak, ia masuk melalui Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur sekarang).

Mereka berlayar jauh ke Padang untuk memulai misi GMAHK di Hindia Belanda. Sebelum di Padang, ia sudah pernah bekerja di Birma dan Singapura.

Awal abad ke-20, Padang sudah menjadi kota dengan penduduk heterogen. Saat itu, Belanda membagi penduduk dalam tiga golongan, yakni Pribumi, Eropa, dan Timur Asing.

Sensus penduduk tahun 1905 mencatat, penduduk Padang berjumlah 47.000 jiwa. Terdiri dari pribumi (39.000), Eropa (1.800), dan Timur Asing (6.200)―yang mencakup Tionghoa (5.000), India/Jepang (1.000), dan Arab (200).

Selain itu, dicatat Gusti Asnan dalam Kamus Sejarah Minangkabau (2003), ada beberapa perwakilan dagang dan konsulat perdagangan negara asing di Padang. 

Amerika adalah negara yang pertama membuka perwakilan dagang (1853) dan konsulat (1894). Menyusul negara Eropa seperti Perancis, Denmark, Inggris, Belgia, Swedia, Norwegia, Jerman, dan Italia.

Lampiran Gambar
Ralph Waldo Munson (1868–1934) dan istri, Carrie Louise Gasser Munson (1863–1936). [Foto: Ist.]

Kembali mengutip More Than Conquerors (2007), Ralph Waldo Munson dikirim sebagai utusan Michigan Conference untuk membawa kabar Advent ke tengah-tengah orang Tionghoa, yang di Padang jumlahnya sekitar 5.000 jiwa.

Alasan Ralph Waldo Munson memilih Padang sebagai tujuan karena ada seorang muridnya sewaktu di Singapura berasal dari Sumatera Barat, yakni Timothy Tay (Teh Hong Siang). 

Selain itu, Padang dipilih karena belum dimasuki misi (usaha-usaha menyebarkan agama Kristen) dari Eropa, sekalipun sudah ada orang Kristen di sana sejak zaman VOC. Pemerintah Hindia Belanda melarang pekabaran Injil ganda. Artinya daerah yang telah dimasuki misi tidak boleh dimasuki misi baru.

Ralph Waldo Munson dan keluarga semula tinggal di Belantung Kecil. Setelah itu, mereka pindah ke Kampung Dobi, sebelum memiliki rumah sendiri di Jalan Samudra sekarang.

Ketua GMAHK Padang Ronal Marbun masih sempat menyaksikan sisa-sisa rumah tua Ralph Waldo Munson di Jalan Samudra saat ia pertama datang ke Padang tahun 1990-an.

“Cuma itu tak terawat, lalu roboh karena atapnya tidak diganti,” ujar Ronal Marbun.

Selama di Padang, Ralph Waldo Munson membuka sekolah bahasa Inggris buat anak-anak Tionghoa dan kelas bahasa Inggris privat kepada pedagang-pedagang Belanda.

Lampiran Gambar
Sebuah bangunan di kompleks Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) Padang. [Foto: Rahmatdenas]

Tanggal 1 Maret 1900, Ralph Waldo Munson secara resmi memperoleh izin dari pemerintah Hindia Belanda untuk pengoperasian sekolahnya. Namun, ia tak dapat memperoleh izin untuk mendirikan gereja, kecuali membagi-bagi risalah atau menjual buku-buku kesehatan. 

Ralph Waldo Munson akhirnya terpaksa melangsungkan ibadah di rumah. Meski demikian, ia tak kenal lelah membawa kabar Advent. Dalam waktu sekitar setahun, ia sudah membaptiskan delapan orang dewasa, kebanyakan orang Tionghoa.

Selain orang Tionghoa, pemeluk awal ajaran Advent di Padang adalah seorang pemuda Batak bernama Immanuel Siregar, yang berikutnya menyebarkan Advent di Tanah Batak.

Di dalam laporannya tanggal 6 Juli 1901 kepada Ketua Union Conference Australia E.H. Gates, Ralph Waldo Munson menceritakan masalah-masalah yang dihadapinya, termasuk soal dana.

Lantaran tidak memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan kegiatan melayani masyarakat, ia memohon bantuan kepada Union Conference.

Menindaklanjuti permohonan tersebut, maka Union Conference mengirim bantuan sebanyak 60 poundsterling. Dengan dana itulah, Ralph Waldo Munson mencetak risalah.

Lampiran Gambar
Suasana di belakang Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Padang. [Foto: Rahmatdenas]

James W. Gould dalam Americans in Sumatra (2012) mencatat, keluarga Ralph Waldo Munson sempat tinggal setahun di Bukittinggi (saat itu dikenal sebagai Fort de Kock) pada tahun 1903. Mereka menjadi orang Amerika pertama yang tinggal di pedalaman Sumatra.

Ralph Waldo Munson kembali lagi ke Padang pada 1904. Kali ini, ia ditemani oleh seorang perawat Amerika yang membantu menjalankan pekerjaan medis.

Pada tahun 1910, Ralph Waldo Munson benar-benar meninggalkan Padang. Ia bertolak ke Jawa untuk menyebarkan Advent. Mula-mula ia tinggal di Sukabumi, tetapi karena pemerintah tidak menyetujui pekabaran Injil ganda, ia pindah ke Jakarta pada tahun 1913.

“Jadi dari Padang-lah, GMAHK meluas ke daerah lainnya di Indonesia, termasuk di Tanah Batak yang disebarkan oleh murid Ralph Waldo Munson, Immanuel Siregar,” tutur Ronal Marbun.

Setelah kepergian Ralph Waldo Munson, pendeta Advent di Padang digantikan oleh B. Jugde (1910-1915) dan G.S. Jates (1915-1919).

Menurut catatan Departemen Penerangan dalam buku Propinsi Sumatera Tengah (1959), pada masa G.S. Jates menjadi pendeta, gereja Advent di Padang didirikan, tepatnya pada tahun 1916.

Ronal Marbun mengatakan gereja dari masa Hindia Belanda tersebut sudah tidak ada lagi. Letaknya di belakang kompleks gereja yang sekarang atau kira-kira di dekat GOR Prayoga. 

“Dulu, dari sini sampai ke Taman Melati tanah gereja. Cuma saat itu organisasi belum [mapan] seperti sekarang. Pendeta tidak ada gaji. Jual sedikit demi sedikit. Jadi tinggal-lah tanah ini sekarang” jelasnya.

Adapun gereja yang sekarang, kata Ronal Marbun, merupakan bangunan ketiga. Sesudah gereja pertama hancur, dibangun gereja kedua oleh George W. Munson, cucu Ralph Waldo Munson pada tahun 1985.

Lampiran Gambar
Plakat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) Padang yang lama. [Foto: Ist.]

“George W. Munson datang langsung dengan kapal pesiarnya dari Amerika. Memberi uang Rp200 juta pada masa itu, nilainya tentu lebih besar kalau pakai kurs sekarang. Dibangunlah gereja baru,” ungkap Ronal Marbun.

Namun, gempa bumi hebat yang mengguncang Sumatera Barat pada 30 September 2009 membuat gereja kedua rusak berat.

“Akhirnya, dibangun lagi pada tahun 2011. Ketua pembangunannya Sendra Gunawan. Diresmikan oleh Ketua UNI Indonesia Kawasan Barat Pendeta Dr. J.S. Peranginangin, pada tanggal 8 Maret 2013."

Saat itu, Ronal Marbun berkisah, Wali Kota Padang Fauzi Bahar menyarankan agar gereja baru dibuat besar. Setelah bermusyawarah, GMAHK Padang sepakat hanya meluaskan sedikit saja dari bangunan asli

“Kita sebenarnya mau besarkan, uang ada. Cuma kami berpikir, tidak elok kalau gereja besar, jemaah sedikit. Akhirnya gereja baru kami besarkan sedikit saja,” sambungnya.

GMAHK Padang saat ini berkapasitas 100 orang dengan jemaah tetap sekitar 60 orang. Kecuali yang menghadap jalan raya, kompleks gereja dikelilingi tembok.

“Kenapa kita tembok, karena tanah kita dipepet. Saat gempa 2009, tembok itu sempat roboh. Sudah jelas bekasnya masih ada, tapi digeser. Sempat perkara dan akhirnya kami bawa ke Pertanahan,” Ronal Marbun berkisah.

Secara organisasi, GMAHK Padang bernaung di bawah GMAHK Daerah Sumatera Kawasan Tengah yang mencakup Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan sebagian Sumatera Utara. Pusatnya di Pekanbaru.

Di luar aktivitas ibadah, GMAHK Padang rutin menggelar kegiatan sosial. Salah satunya menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk lembaga sosial baik rutin maupun saat ada bencana.

“Setiap ada bencana kami selalu hadir. Seperti terakhir di Pasaman pada 2022 lalu, kami kirim bantuan ke sana untuk korban gempa,” ujar Ronal Marbun.

Namun, imbuh dia, tidak mudah bagi GMAHK Padang menyalurkan bantuan karena mereka kerap dituding melakukan Kristenisasi oleh oknum-oknum tertentu.

“Padahal, kita datang tidak membawa agama. Tapi, karena kami Kristen, masyarakat agak lain memandang kami. Bagi kami itu sudah biasa. Walaupun demikian, bantuan tetap kami salurkan,” katanya.

GMAHK Padang kerap didatangi oleh jemaah Advent daerah lain. Mereka datang secara rombongan untuk meninjau salah satu gereja Advent tertua Indonesia ini. [den]

Liputan ini didukung oleh Pelita Padang.

Baca Juga

Kolam renang Belanda di Padang yang dibuka pada 29 Januari 1933
Kolam Renang Belanda di Padang Bertuliskan Anjing dan Pribumi Dilarang Masuk
Gereja GPIB menjadi saksi perkembangan agama Kristen Protestan di Padang yang berkembang sejak abad ke-19. Bangunannya sudah berusia 140 tahun lebih
Sejarah Gereja GPIB Padang yang Dijuluki Gereja Ayam
Di Nagari Pariangan, ada sedikitnya belasan surau dan lokasinya memusat ke arah Masjid Ishlah.
Meninjau Surau-Surau di Pariangan yang Terlewatkan
Masjid Raya Kubu Sungai Batang berdiri sejak tahun 1911. Umat Islam di sekitar Danau Maninjau berbondong-bondong melakukan infak untuk pembangunannya.
Masjid Raya Kubu Sungai Batang dan Perdebatan Saat Pembangunannya
Abdullah Ahmad
Abdullah Ahmad, Ulama Reformis di Bidang Dakwah dan Pendidikan
Parendangan Nasution adalah seorang guru Indonesia yang saat ini menjadi Kepala SMA Negeri 10 Padang. Ia merupakan lulusan Jurusan Sejarah Universitas Negeri Padang (UNP).
Parendangan Nasution, Guru dan Kepala SMA Negeri 12 Padang