Sebuah kampung di kaki Gunung Marapi menyimpan jejak syiar Islam dari masa Perang Padri yang masih terjaga hingga kini. Jejak tersebut yakni masjid berusia sekitar 200 tahun bernama Masjid Jamik Usang Pasia.
Masjid ini terletak di Jorong Pincuran Tujuah, Nagari Pasia, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar). Jaraknya sekitar 5 km dari pusat Kota Bukittinggi.
Kisah Tuanku Marapi
Jumat (11/3/2022) pagi yang sejuk, kami berkunjung ke masjid tersebut. Saya bertemu seorang pria berusia lanjut, Nasrul Hamid, 81 tahun yang banyak mengetahui sejarah masjid.
"Masjid ini berasal dari masa Perang Padri," ujarnya mengawali.
Pada masa itu, kata dia, hidup seorang ulama di Nagari Pasia bernama Syekh H. Muhammad Husin atau bergelar Tuanku Marapi. Muhammad Husin adalah salah seorang tokoh Harimau Nan Salapan di bawah pimpinan Tuanku Nan Ranceh.
Syekh H. Muhammad Husin berguru kepada Tuanku Nan Tuo di Cangkiang, jorong di Nagari Batu Taba, jiran Nagari Pasia. Tuanku Nan Tuo di Cangkiang juga merupakan guru bagi para tokoh Harimau Nan Salapan yang lain, termasuk Tuanku Nan Ranceh.
Usai menamatkan belajar, murid-murid Tuanku Nan Tuo menyebar ke berbagai tempat di Minangkabau untuk mendakwahkan Islam. Begitu pula halnya Syekh H. Muhammad Husin.
"Dalam perjalanan mencari tempat berdakwah, Syekh H. Muhammad Husin pergi ke hutan di Gunung Marapi untuk mengambil kayu yang nantinya akan digunakan sebagai bahan bangunan masjid," kisah Nasrul Hamid.

Pembangunan Masjid Jamik Usang Pasia
Nasrul melanjutkan, kayu yang sudah diperoleh dari hutan, dibawa Syekh H. Muhammad Husin dengan cara menggelindingkannya. Ketika itu ada bantuan juga dari Tuanku Nan Ranceh. Namun, di tengah jalan, kayu-kayu tersebut tersangkut di Kampung Lasi.
"Berkat pertolongan Allah datang galodo menghanyutkan kayu-kayu. Syekh H. Muhammad Husin berucap, di mana kayu-kayu itu berhenti, di situ dibangun masjid," kata Nasrul.
Syekh H. Muhammad Husin akhirnya membangun masjid di Nagari Pasia. Pembangunan masjid bermula tahun 1820 dan selesai tahun 1827.
Bangunan awal Masjid Jamik Usang Pasia sepenuhnya terbuat dari kayu. Bahkan, tiang-tiangnya berasal dari batang pohon utuh.
"Tak lama setelah masjid selesai, Syekh H. Muhammad Husin meninggal. Makamnya terdapat di depan mihrab masjid," imbuhnya.
Baca juga: Masjid Raya Piladang dan Dentuman Peluru Belanda Ketika Shalat Jumat
Nasrul mengisahkan, dari cerita turun-temurun, banyak kekeramatan makam Syekh H. Muhammad Husin yang tidak mampu akal menalarnya.
"Salah satunya, makam ini bisa mendengung. Masyarakat percaya itu adalah pertanda kabar buruk atau bencana," ujar Nasrul. [den]
Tulisan ini pernah dimuat di Padangkita.com dan disalin di sini sebagai arsip











