Suluah.com – Bangunan Masjid Jihad Lama di Nagari Koto Baru Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat (Sumbar) berada dalam kondisi memprihatinkan. Masjid ini sudah tak lagi digunakan untuk kegiatan ibadah.
Padahal, masjid ini dulunya pernah menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan di Koto Baru Koto Berapak. Di sini, juga terdapat surau milik Syekh Muhammad Jamil, seorang ulama Tarekat Syattariyah di Koto Baru Koto Berapak yang hidup pada abad ke-19.
Bayang dalam Perkembangan Islam
Daerah Bayang pernah menjadi sentra pendidikan Islam di pantai barat Sumatra masa lampau. Salah seorang ulama terkenal di Bayang yang menyebarkan Islam bernama Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik. Ia hidup sezaman dengan Syekh Burhanuddin Ulakan, yakni pada abad ke-17
Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik membangun surau di Nagari Puluik-Puluik sebagai pusat dakwahnya. Ia memiliki banyak murid. Salah seorang yang terkenal yakni Angku Tantuo atau ada yang memanggilnya H. Painan.
Sebagaimana gurunya, Angku Tantuo juga mendakwahkan Islam dan membangun surau. Suraunya berada di Nagari Kapujan. Murid-muridnya datang dari berbagai daerah di Bayang, termasuk Syekh Muhammad Jamil dari Nagari Koto Baru Koto Berapak.
Kelak, Syekh Muhammad Jamil memiliki murid yang menjadi ulama terkenal, yakni Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi asal Nagari Pancung Taba. Ia menjadi ulama berpengaruh di Padang dan mengajar di Masjid Raya Ganting.
Surau Syekh Muhammad Jamil
Sebagaimana disebutkan, Syekh Muhammad Jamil belajar mendalami Islam kepada Angku Tantuo di Nagari Kapujan. Selain itu, ia juga berguru ke Nagari Pancung Tebal kepada Syekh Muhammad Fatawi, ayah dari Syekh Bayang.Pada 1870, ia berangkat ke Mekkah bersama adiknya Syekh Muhammad Shamad untuk menuntut ilmu sekaligus menunaikan ibadah haji. Syekh Muhammad Jamil kembali ke kampung halamannya, Koto Baru Koto Berapak, pada 1876.
Untuk mendukung kegiatan dakwahnya, ia mendirikan surau di Koto Baru Koto Berapak. Lokasi surau ini masih bisa kita temukan reruntuhannya tak jauh dari mihrab Masjid Jamik Koto Baru Koto Berapak.
Pada masa kejayaannya, Surau Syekh Muhammad Jamil menjadi pusat perkembangan ilmu agama di Koto Baru Koto Berapak. Murid-murid yang datang tidak hanya berasal dari Minangkabau, tetapi juga Kerinci, Bengkulu, dan Jambi.
Saat Syekh Muhammad Jamil meninggal, ia dimakamkan di dekat surau. Para pengikut Tarekat Syattariyah, meski tidak banyak, sampai hari ini rutin datang untuk berziarah ke makamnya.
Masjid Jamik Koto Baru Koto Berapak
Di dekat Surau Syekh Muhammad Jamil, masyarakat membangun masjid jamik atau kini dikenal sebagai Masjid Jihad Lama. Bangunan induknya berukuran 15 x 15 m dengan mihrab menjorok di sisi barat serta tambahan sayap kembar di sisi timur (membelakangi mihrab). Ruangan sayap kembar berdenah persegi delapan dan menyatu dengan bangunan induk.Atap bangunan induk berupa gabungan limas dan kubah. Di antara atap limas dan kubah, terdapat jendela atap dengan denah persegi delapan. Di bagian mihrab dan sayap kembar, atapnya hanya berupa kubah dan juga memiliki jendela atap. Jadi, masjid ini memiliki empat kubah.
Saat Masjid Jamik Koto Baru Koto Berapak dibangun, aktivitas Surau Syekh Muhammad Jamil masih sempat berjalan. Namun, intensitasnya berkurang seiring waktu. Hingga akhirnya saat ini, baik Surau Syekh Muhammad Jamil maupun Masjid Jamik Koto Baru Koto Berapak, tak lagi digunakan.
Baca juga: Masjid Tuo Ampang Gadang, Cagar Budaya yang Terancam Ambruk
Seiring kebutuhan akan tempat ibadah yang representatif, maka masyarakat Koto Baru Koto Berapak membangun masjid baru yang kini bernama Masjid Jihad. Lokasinya berjarak 150 m di jalan yang sama.
Sejak ada masjid baru, perhatian masyarakat tidak lagi tertuju pada masjid lama maupun surau Syekh Muhammad Jamil. Akibatnya, dua bangunan tersebut kini terbengkalai. [den]