Suluah.com – Di tepi Danau Maninjau, terdapat sebuah perpustakaan yang menyimpan kisah perjalanan ayah Buya Hamka. Namanya Kutub Khanah atau Kutub Chanah, diambil dari bahasa Persia yang artinya perpustakaan sekaligus tempat menulis.
Lokasi perpustakaan ini berada di Desa Muara Pauh, Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Di sini, terdapat banyak manuskrip karya ayah Buya Hamka dan sejumlah bacaannya, baik buku terbitan lokal maupun Timur Tengah yang berbahasa Arab.
Sejarah Kutub Khanah
Sejarah Kutub Khanah erat kaitannya dengan sosok ayah Buya Hamka, yakni Abdul Karim Amrullah atau terkenal dengan nama Haji Rasul. Lahir pada 10 Februari 1879, Haji Rasul adalah seorang ulama Minangkabau yang terkenal karena gerakan pembaruannya. Ia merupakan pendiri Sumatra Thawalib, sekolah Islam modern pertama di Indonesia.
Hamka dalam buku Ayahku mencatat, Haji Rasul mendirikan Kutub Khanah sebagai sebuah kantor untuk menyimpan kitab-kitabnya yang banyak. Di sini, ia mengarang, merenung, berzikir, dan membaca Al-Quran dari pagi hingga siang.
Banyak murid Haji Rasul yang hendak belajar maupun bertanya seputar agama datang ke sini. Siapa saja boleh datang. "Bukan main ramainya orang datang," tulis Hamka.
Tak jauh dari Kutub Khanah, dulu berdiri Surau Muara Pauh. Di sana, Haji Rasul memimpin salat berjemaah dan mengadakan pengajian. Jemaahnya datang dari mana-mana. Hamka remaja pun ikut mengaji di surau tersebut.
Saat ini, meskipun bangunannya sudah tergolong tua, kondisi Kutub Khanah masih terawat dengan baik. Banyak tersimpan karya penting bukti sejarah perjuangan Haji Rasul bersama ulama lainnya yang belum terakses oleh para peneliti sejarah.
Contohnya adalah kisah perjuangan Haji Rasul melawan Ordonansi Guru, kebijakan pembatasan mengajar bagi guru-guru agama di sekolah partikelir dan swasta. Haji Rasul merupakan motor utama penggerak perlawanan tersebut, terbukti dengan adanya notulen rapat para ulama yang hadir dalam mendukung Ordonansi Guru.
Tempat Peristirahatan Ayah Buya Hamka
Sebelum mendirikan Kutub Khanah, Haji Rasul sebenarnya memiliki rumah di Padang Panjang, tepatnya di Gatangan, Pasar Usang. Rumah tersebut merupakan tempat ia mengajar sekaligus tinggal bersama anak dan kemenakannya yang tak berumah.
Namun, pada 28 Juni 1926, gempa bumi mengguncang Padang Panjang dan meruntuhkan banyak rumah, termasuk rumah Haji Rasul.
Saat hendak membangun rumah baru, banyak murid Haji Rasul menawarkan ingin membiayai pembangunannya. Namun, Haji Rasul memilih mengusahakannya sendiri. Ia memanfaatkan hasil penjualan dari buku yang ia karang.
"Dengan keuntungan penjualan itulah, beliau dirikan rumah untuk anak dan kemenakan yang tidak berumah lagi sejak yang di Padang Panjang runtuh," tulis Hamka dalam bukunya, Ayahku.
Baca juga: Ketika Dua Wanita Berkirim Surat "Memperebutkan" Ayah Buya Hamka
Haji Rasul meninggal dalam usia 66 tahun pada 2 Juni 1945 di Jakarta. Pada 1976, makamnya dipindahkan ke kampung halamannya, Muara Pauh, persis di pekarangan Kutub Khanah, bersebelahan dengan makam Yusuf Amrullah, paman Buya Hamka.
Kutub Khanah tidak hanya menjadi perpustakaan dan tempat menuntut ilmu, tapi sekaligus tempat peristirahatan Haji Rasul. [den]