Suluah.com – Masjid Syekh Amrullah terletak di Jorong Nagari, Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Masjid ini berdiri sejak tahun 1717.
Nama masjid ini, yakni Amrullah diambil dari nama kakek Hamka, Muhammad Amrullah. Di sinilah, pusat pengembangan ajaran Islam di Nagari Sungai Batang pada masa dulunya.
Sejarah Masjid Syekh Amrullah
Menurut data di situs Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Masjid Syekh Amrullah pertama kali didirikan pada tahun 1717. Itu berarti eksistensinya sudah melewati masa tiga abad.
Sebagaimana masjid tradisional Minangkabau, masjid ini semula memiliki bentuk bangunan sederhana. Dindingnya terbuat dari papan dan atapnya berbahan ijuk.
Seiring perkembangan zaman, bangunannya mengalami perombakan. Dinding papan berganti menjadi batu dan atap ijuk berganti menjadi seng. Namun, tidak ada keterangan kapan perombakan masjid ini terjadi.
Meski demikian, menurut catatan Hamka dalam buku Ayahku, masjid di sekeliling Danau Maninjau banyak yang diperbaiki dan diperbarui menjadi baru sejak kepulangan ayah Hamka, yakni Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul pada 1906.
Sebagai salah satu masjid tertua, bangunan Masjid Syekh Amrullah terjaga dengan baik. Meski pernah mengalami kerusakan akibat gempa bumi pada tahun 2009, bentuk bangunanya tetap dipertahankan sebagaimana aslinya.
Mengenal Muhammad Amrullah
Masjid ini menjadi saksi perjalanan dakwah Muhammad Amrullah. Di sinilah, kakek Hamka tersebut berdakwah dan menggembleng umat.
Muhammad Amrullah lahir tahun 1840. Ayahnya bernama Tuanku Abdullah Saleh, murid Tuanku Pariaman atau bernama asli Abdullah Arif.
Sebelum Muhammad Amrullah lahir, masjid ini sudah berdiri. Hamka menceritakan, Tuanku Pariaman yang pertama kali membuat pengajian di sini. Pengajiannya selalu ramai.
"Sekitar 120 damar togok dipasang setiap malam untuk menerangi pengajian [Tuanku Pariaman] yang diikuti oleh puluhan lebai dan tuanku," demikian kata ayah Hamka menggambarkan. Saking ramainya, "bunyi suara orang menderas kaji [di masjid ini] seperti lebah terbang!"
Sepeninggal Tuanku Pariaman, Muhammad Amrullah melanjutkan estafet dakwahnya. Hamka mencatat, kakeknya itu mendapat ijazah langsung dari Tuanku Pariaman pada tahun 1864 untuk mengajar ilmu tafisr, fiqih, tasawuf, dan ilmu alat untuk membaca kitab kuning.
Baca juga: Masjid Ummil Qura, Masjid Tua Beratap Payung Terkembang
Sejak saat itu, tulis Hamka, ramailah orang datang belajar kepada Muhammad Amrullah. Namanya kian terkenal di Maninjau dan masyarakat menamakan masjid ini sebagai Masjid Syekh Amrullah.
Muhammad Amrullah wafat pada tahun 1909. Makamnya dapat kita temukan di sisi timur masjid. (den)