Suluah.com – Prof. Dr. dr. Aisyah Elliyanti, SpKN (K), MKes adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Andalas (Unand). Ia tercatat sebagai spesialis kedokteran nuklir pertama di Sumatera.
Sebagai pengajar, ia telah mengabdi selama lebih dari 25 tahun. Melalui kerja akademiknya, ia banyak berperan bagi perkembangan kedokteran nuklir Indonesia.
Profil Aisyah Elliyanti
Aisyah Elliyanti lahir pada 7 Maret 1969 di Nagari Magek, Agam. Setelah menyelesaikan S-1 di FK Unand, ia meniti karier sebagai dosen di almamaternya, sejak 1996. Setelah itu, ia mengambil spesialis kedokteran nuklir dan S-2 di Universitas Padjajaran (Unpad).
Pada masa itu, belum banyak sarjana yang tertarik mendalami kedokteran nuklir. Oleh sebab itulah, ia tertantang menekuni bidang tersebut dan ingin menjadi yang terdepan.
"Jadi ketika kita masuk ke komunitas yang mereka sudah banyak di sana, maka kita kan bukan siapa-siapa. Kita kan hanya perintilan gitu, tetapi ketika kita masuk pada suatu ilmu yang baru, ... itu sebuah tantangan," ujarnya dalam wawancara dengan Humas Unand.
Aisyah Elliyanti tertarik dengan kedokteran nuklir karena bidang tersebut menjembatani antara basic science dengan clinical science.
"[Di] kedokteran nuklir, kita harus belajar tentang fisika ya,... dan orangnya belum banyak di sana, artinya saya memiliki kesempatan untuk mengembangkan itu," sambungnya.
Kiprah
Aisyah Elliyanti merampungkan pendidikan spesialis dan S-2 di Unpad pada 2005. Mengutip situs resmi Unand pada Jumat (10/3/2023), ia tercatat spesialis kedokteran nuklir pertama di Sumatera dari 53 spesialis kedokteran nuklir se-Indonesia. Di Sumatera Barat sendiri, hanya dua dokter spesialis nuklir.
Kembali ke Padang, ia bekerja di bagian kedokteran nuklir RSUP M. Djamil. Di tengah kesibukannya, ia mengerjakan riset mengenai pemanfaatan radioaktif sebagai pengobatan kanker.
Tak puas sampai di situ, ia kembali mendalami kedokteran nuklir di Unpad untuk jenjang S-3 yang berhasil ia selesaikan pada 2015.
27 Februari 2023 menjadi puncak karier akademik Aisyah Elliyanti. Ia dikukuhkan sebagai guru besar FK Unand. Pada orasi ilmiahnya, ia menyampaikan pidato ilmiah berjudul "Peran Theranostics Kedokteran Nuklir pada Tatalaksana Penyakit di Era Kedokteran Molekuler dan Dampaknya Pada Layanan Kesehatan di Sumatera Barat".
Ia menjelaskan konsep thernostics kedokteran nuklir yang memberikan informasi yang terintegrasi secara sistematis untuk mendiagnostik penyakit, agar pada tatalaksana penyakit bisa lebih efisien dan trial-error dapat dihindari.
Ia mencontohkan, terapi adjuvan kanker tiroid berdiferensiasi dengan menggunakan yodium radioaktif yang dapat meningkatkan angka kesembuhan. Ini merupakan contoh aplikasi thearonostics dengan menggunakan radiofarmaka untuk mendiagnostik dan terapi.
Maka dari itu, ia menyimpulkan thernostics kedokteran nuklir pada tatalaksana penyakit pada era kedokteran nuklir perlu ditingkatkan lagi, khususnya di Sumatra Barat yang masih dinilai kurang.
Hingga tahun 2021, baru 17 RS di Indonesia (pemerintah dan swasta) yang memiliki fasilitas layanan kedokteran nuklir. Dari jumlah itu, hanya 12 RS saja yang mampu memberikan pelayanan kedokteran nuklir, dan hanya empat yang memiliki kamera PET.
Sebagai dosen, Aisyah Elliyanti tak hanya mengurung diri di kampus. Ia aktif di berbagai asosiasi profesi dan keahlian, seperti International Atomic Energy Agency (IAEA).
Selain itu, ia tercatat memiliki puluhan publikasi di jurnal bereputasi internasional, seperti Molecules, Journal of Applied Pharmaceutical Science, Atom Indonesia, Journal of Personalized Medicine, Macedonian Journal of Medical Sciences, Azerbaijan Medical Journal, dan Frontiers in Endocrinology. [den]