Marah Adin, Pendiri Kota Solok

Marah Adin berkarir sebagai penyuluh pertanian pada masa Hindia Belanda dan pensiun sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah (1948–1956)

Marah Adin. [Foto: Ist.]

Suluah.com – Marah Adin gelar Datuk Penghulu Sati adalah pejuang kemerdekaan dan ahli pertanian Indonesia. Ia berkarir sebagai penyuluh pertanian pada masa Hindia Belanda dan pensiun sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah (1948–1956).

Ia juga berkiprah dalam pengembangan pendidikan pertanian dengan ikut mendirikan Fakultas Pertanian Payakumbuh (kini bagian dari Universitas Andalas) pada 1954. Sebagai tokoh masyarakat Solok, ia berjasa dalam pemekaran sebuah nagari di kabupaten tersebut menjadi Kota Solok.

Kehidupan Awal

Marah Adin lahir di Sumagek Aro IV Korong, Solok pada 24 Juli 1898. Ia memperoleh pendidikan formal HIS (1904–1908) dan ELS (1909–1915) di Solok. Setelah itu, ia melanjutkan studi di Middelbare Landbouw School atau Sekolah Pertanian di Bogor (1915–1921).

Begitu tamat, ia bekerja di Dinas Pertanian Hindia Belanda sebagai penyuluh pertanian (landbouw consulent). Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië mencatat, ia mulai bertugas pada 26 Mei 1921. Penempatannya berpindah-pindah: Pagar Alam, Padang Panjang, Bukittinggi, dan terakhir Solok.

Perjuangan Kemerdekaan

Meskipun bekerja untuk pemerintah, Marah Adin mendukung penuh kemerdekaan Indonesia. Pada 20 Agustus 1945, ia menggerakkan rapat di Solok untuk mengatur strategi menyebarluaskan berita proklamasi kemerdekaan.

Meski sempat dihalangi oleh perwira Jepang, rapat dapat berlangsung dengan diikuti oleh 20 orang bekas perwira Giyugun dan pemuda setempat. Pada 25 Agustus 1945, sebagai tindak lanjut rapat tersebut, berlangsung pengibaran bendera Merah Putih di belakang stasiun kereta api Solok yang menandai pengambilalihan kekuasaan dari Jepang.

Dedikasi dan ketokohan Marah Adin membuat ia didapuk menjadi Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Solok. Dalam kapasitasnya tersebut, ia memimpin panitia pembentukan Kota Solok dengan upaya memekarkan salah satu nagari. Namun, akibat perang kemerdekaan, pekerjaan panitia terhenti begitu saja.

Kiprah sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah

Saat provinsi Sumatra Tengah terbentuk pada 1948, Marah Adin diangkat menjadi Kepala Dinas Pertanian. Di tengah masa tugasnya, Belanda melancarkan Agresi Militer II Belanda pada akhir 1948 sehingga ia harus bergerilya ke Koto Tinggi, markas Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Sampai di sana, ia mengemban misi dari Gubernur Sumatra Tengah Mohammad Nasroen untuk menemui para petani di Solok dan mendorong mereka meningkatkan produksi bahan makanan demi perjuangan. Dalam tugasnya, Marah Adin didampingi Sultani dan Yakub Rasjid. Rombongan ini bukan hanya bergerak sampai ke Solok, tetapi terus ke Kerinci, selama berbulan-bulan dengan berjalan kaki.

Setelah situasi pulih, Marah Adin kembali bersitungkin dengan tugas-tugasnya sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah yakni menjamin keberlangsungan produksi pertanian. Pada awal 1950-an, produksi pertanian Sumatra Tengah, khususnya beras, masih berada dalam kekurangan bila dibandingkan dengan jumlah penduduk.

Untuk itu, disahkanlah kebun-kebun bibit dengan aneka tanaman yang dapat menolong kekurangan hasil padi, khususnya di daerah yang kurang sawahnya. Padi, jagung, kacang padi, dan kacang tanah merupakan jenis bibit yang paling banyak diberikan kepada petani.

Sayangnya, beberapa kebun bibit terpaksa ditutup setelah tahun 1955 karena kekurangan dana. Meskipun demikian, kebun bibit yang masih beroperasi mampu memasok kebutuhan bibit di daerah dan membantu mengatasi masa paceklik.

Perhatian di Bidang Pendidikan Pertanian

Selama menjadi Kepala Dinas Pertanian Sumatera Tengah, Marah Adin juga menaruh perhatian pada pengembangan pendidikan pertanian.

Ia mendirikan Sekolah Usaha Tani (SUT), yang dimaksudkan untuk mendidik anak petani lulusan SR agar nantinya dapat kembali ke desa sebagai petani terdidik, dapat disebut sebagai lekat tangannya.

SUT tersebar di Sukamenanti, Kabupaten Pasaman; Padang Mangateh, Lima Puluh Kota; Kayu Aro, Kabupaten Solok; Padang Marpujan, Kabupaten Kampar; dan Lubuk Ruso, Kabupaten Batanghari.

Setiap sekolah dilengkapi dengan kebun berbagai tanaman, seperti tanaman semusim, sayuran, buah-buahan, serta tanaman tua seperti cengkeh, kopi, dan kelapa.

Tak berhenti di situ, Marah Adin turut mengusahakan berdirinya Fakultas Pertanian Payakumbuh yang diresmikan pada 30 November 1954 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Yamin. Sebelum memiliki dekan definitif, tampuk pimpinan fakultas diserahkan kepada Marah Adin.

Akhir Hayat

Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam sebuah acara peresmian SUT pada 1954 pernah memuji Marah Adin.

“Kalau banyak orang seperti saudara Marah Adin ini, maka barangkali ekonomi dan pertanian Indonesia akan lebih cepat jalannya daripada yang kita dapati sekarang,” ujar Hatta.

Setelah pensiun, Marah Adin melanjutkan perjuangannya memekarkan Kota Solok hingga terwujud pada 1970.

Marah Adin meninggal dunia pada 1 Agustus 1983 di kediamannya dalam usia 85 tahun. Salah seorang cicitnya yakni Audy Joinaldy, pengusaha dan politikus yang kini menjabat Wakil Gubernur Sumatra Barat (2019–2024). [den]

Baca Juga

Aisyah Elliyanti adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di FK Unand
Aisyah Elliyanti, Spesialis Kedokteran Nuklir Pertama di Sumatera
Prof. Syukri Arief adalah ilmuwan kimia Indonesia yang sehari-hari mengajar di Universitas Andalas (Unand).
Syukri Arief, Guru Besar Kimia Universitas Andalas
FK Unand adalah salah satu fakultas kedokteran awal di Indonesia. FK Unand telah memulai perkuliahannya sejak 1955.
Sejarah FK Unand, Berdiri Sejak 1955
Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia di Sumatra Barat pada dekade 1920-an
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Keluar-Masuk Penjara
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Asvi Warman Adam adalah sejarawan kontemporer Indonesia yang menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1983.
Asvi Warman Adam, Menguak Kabut Sejarah