K.H. Abdul Ghofur adalah pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat di Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Ia merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan saat ini menjabat sebagai anggota dewan penasihat NU Jawa Timur.
Selain menjadi pengajar ilmu agama, ia aktif dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Ia memiliki perhatian pada perbaikan lingkungan dan ikut andil dalam pemberdayaan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pendidikan
K.H. Abdul Ghofur melalui masa kecil di Kranji. Pendidikannya ia awali di Taman Kanak-Kanak (TK) Tarbiyatut Tholabah selama dua tahun. Setelah itu, ia masuk Sekolah Dasar (SD) di Kranji pada waktu pagi hari, dan sorenya di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kranji.
Selanjutnya, ia masuk Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Pondok Tarbiyatut Tholabah Kranji dan Madrasah Aliyah Denayar (MA) Jombang. Berikutnya, ia nyantri di Pondok Keramat dan Sidogiri. Ia juga mendalami ilmu nahwu, saraf dan fikih di Pondok Sarang Jawa Tengah milik K.H. Zuber selama satu tahun.
Selanjutnya, ia juga nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri milik K.H. Ma’ruf Zuwaeni dan Pesantren Roudlotul Qur’an milik K.H. Asy’ari Kediri. Di beberapa pesantren yang berada di Kediri inilah, ia mempelajari ilmu pengobatan dan ilmu bela diri.
Setelah dari nyantri di berbagai pesantren, ia pulang dan mulai mengajar di MA Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji.
Mendirikan Pondok Pesantren Sunan Drajat
K.H. Abdul Ghofur memiliki cita-cita mendirikan kembali pondok pesantren Sunan Drajat yang sudah lama terkubur. Ia mewujudkan cita-citanya meskipun harus menghadapi berbagai halangan dan rintangan dari masyarakat.
Dengan melalui pendekatan seni, putra H. Marthokan ini mengajak masyarakat agar mau kembali menegakkan syariat Islam. Lebih-lebih dari kalangan pemuda, ia mendirikan klub sepak bola, grup musik, dan perguruan ilmu bela diri yang ia beri nama Gabungan Silat Pemuda Islam (GASPI). Di sinilah, ia mulai menanamkan kembali ajaran-ajaran Islam pada kaum muda.
Di sela-sela mengajar ilmu bela diri, ia memberikan pengajian dan pengarahan pada murid-muridnya. Setiap selesai latihan bela diri, para murid diajak untuk mengambil pasir dari laut untuk membangun kembali Pondok Pesantren Sunan Drajat pada 1977.
Untuk menopang perekonomian pondok pesantren, ia mendirikan berbagai usaha di lingkungan pesantren. Di antaranya: warung minuman, perkebunan mengkudu, industri pupuk, pembuatan air minum mineral Aidrat, peternakan sapi, pembudidayaan ikan lele, usaha pengrajin kayu, pembuatan madu asma Tawon Bunga, pembuatan minyak kayu putih, usaha bordir, dan konveksi kain.
Di sela-sela kesibukannya, ia juga menyempatkan mengajar para santrinya untuk melestarikan tradisi pesantren dan ajaran Wali Songo. Setiap pagi hari, ia mengajar kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali dan kitab Syamsul Ma’arif, khusus untuk santri yang sudah tamat tingkatan MA/SMA.
Ia juga mendirikan Radio Persada FM yang diresmikan oleh Presiden Megawati pada 2002. Pengajian di radio ini berlangsung setiap pagi.
Menerima Penghargaan dari Presiden SBY
Pada 12 Juni 2006, K.H. Abdul Ghofur menjadi tamu kehormatan di Istana Negara untuk menerima Piala Kalpataru sebagai pembina lingkungan terbaik, yang langsung diberi penghagaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkat jasanya memelopori penghutanan lahan kritis dengan tanaman mengkudu.
Dalam sambutannya, Presiden SBY mengaku terkesan dengan usaha K.H. Abdul Ghofur. Ia dianggap bisa memelopori melestarikan lingkungan. Buktinya, empat kecamatan di Lamongan, hijau dengan tanaman mengkudu, yaitu di Kecamatan Mantup, Paciran, Ngimbang, dan Sugio.
---
Sumber:
Kamus Sejarah Indonesia (Jilid II). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.