Achmad Soebardjo, Menteri Luar Negeri Indonesia Pertama

Achmad Soebardjo adalah seorang diplomat dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri (2 September 1945–14 November 1945) dalam Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama.

Achmad Soebardjo. [Foto: Ist]

Achmad Soebardjo adalah seorang diplomat dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri (2 September 1945–14 November 1945) dalam Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama.

Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, ia tercatat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pendidikan dan Aktivisme

Achmad Soebardjo lahir di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat pada 23 Maret 1896. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan bangsawan Aceh yang bekerja sebagai mantri polisi. Ibunya bernama Wardinah yang memiliki darah Jawa-Bugis.

Ia menamatkan pendidikan Koning Willem III School te Batavia pada 1917. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (Mr.) atau sarjana hukum pada tahun 1933.

Semasa menjadi mahasiswa, ia aktif menyuarakan kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi. Ia sempat bergabung dengan Tri Koro Darmo, organsiasi pemuda di bawah naungan Budi Utomo. Saat di Belanda, ia bergabung dengan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda.

Bersama Mohammad Hatta dan Semaun, Achmad Soebardjo menjadi delegasi Hindia Belanda untuk mengikuti kongres Liga Menentang Imperialisme di Brussels, Belgia yang berlangsung selama lima hari pada 5–10 Februari 1927. Dalam kongres tersebut, hadir sebanyak 37 delegasi dari negara yang berada di bawah pemerintahan kolonial.

Perjuangan Kemerdekaan dan Menteri Luar Negeri

Saat terjadi Peristiwa Rengasdengklok, Achmad Soebardjo yang mewakili golongan tua berhasil meyakinkan golongan muda yang diwakili Wikana untuk menjemput kembali Soekarno-Hatta ke Jakarta dan tidak tergesa-gesa memproklamasikan kemerdekan.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Achmad Soebardjo menjabat sebagai sebagai Menteri Luar Negeri (2 September 1945–14 November 1945) pada Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama. Ia kembali mengemban jabatan yang sama (2 September 1945–14 November 1945) pada Kabinet Sukiman-Suwirjo.

Setelah itu, ia menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Swiss (1957–1961). Di bidang pendidikan, ia merupakan professor dalam bidang sejarah perlembagaan dan diplomasi di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia), Universitas Indonesia.

---

Sumber:
Kamus Sejarah Indonesia (Jilid II). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Baca Juga

Buchari Tamam adalah seorang ulama, pengajar, dan aktivis dakwah Indonesia. Bersama Mohammad Natsir, ia ikut mendirikan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII).
Buchari Tamam, Aktivis DDII dan Rektor IAI Al-Ghurabaa
Adam Malik adalah seorang politikus, diplomat, dan wartawan Indonesia. Ia merupakan Wakil Presiden Indonesia ke-3 (23 Maret 1978 – 11 Maret 1983)
Adam Malik, Tokoh Diplomat Indonesia
Abdoel Raoef Soehoed adalah seorang teknokrat Indonesia. Ia menjabat Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan III (28 Maret 1978–19 Maret 1983) semasa pemerintahan Presiden Soeharto. 
Abdoel Raoef Soehoed, Urang Awak di Balik Proyek Asahan
Abdul Muis adalah seorang wartawan, sastrawan, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan pengurus besar Sarekat Islam (SI) dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili organisasi tersebut.
Abdul Muis, Berjuang di Politik Demi Kemerdekaan Indonesia
K.H. Abdul Ghofur adalah pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat di Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. K.H. Abdul Ghofur merupakan keturunan ke-14 dari Sunan Drajat dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU).
K.H. Abdul Ghofur, Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat
Abdul Ghafur
Abdul Ghafur Tengku Idris