Sejarah Balairung Sari Sulit Air

Balairung Sari Sulit Air terletak persis di depan Kantor Wali Nagari Sulit Air

Balairung Sari Sulit Air. [Foto: Ist.]

Suluah.com – Di setiap nagari di Minangkabau, lazim kita temukan balairung sebagai tempat musyawarah. Begitu pula Nagari Sulit Air di Kecamatan X Koto Diatas, Kabupaten Solok, Sumatra Barat (Sumbar).

Di sini, terdapat balairung yang masih difungsikan sampai sekarang yang bernama Balairung Sari. Bangunannya berusia tua sehingga termasuk sebagai benda cagar budaya.

Sekilas Balairung

Balairung adalah sebuah bangunan tempat musyawarah tingkat nagari berlangsung. Secara umum, sebuah balairung memiliki bentuk yang sama seperti rumah gadang, yakni rumah panggung beratap gonjong.

Perbedaan utama antara balairung dan rumah gadang adalah pada tata letak interior yang dibagi ke dalam kamar. Sebaliknya, balairung dirancang sebagai sebuah ruang yang secara keseluruhan digunakan untuk fungsi komunal.

Balairung tidak memiliki panel untuk pintu dan jendela. Bahkan, banyak balairung tidak memiliki dinding. Sebagai tempat musyawarah, bentuk balairung yang terbuka memungkikan orang dapat bergabung.

Awalnya di Jorong Koto Tuo

Balairung Sari Sulit Air terletak persis di depan Kantor Wali Nagari Sulit Air. Sebelum berdiri di lokasi sekarang, lokasinya berada di Jorong Koto Tuo, yang merupakan pusat nagari sebelum pindah ke Jorong Koto Gadang.

Tidak diketahui kapan pemindahan pusat dari Jorong Koto Tuo ke Jorong Koto Gadang berlangsung. Meski demikian, pemindahan tersebut terjadi karena terus bertambahnya penduduk Nagari Sulit sehingga masyarakat merasa perlu mencari tempat yang lebih luas.

Bentuk Balairung

Bnetuk Balairung Sari Sulit Air sama dengan balairung pada umumnya. Hanya saja, terdapat beberapa karakteristik yang menyesuaikan karakter orang Sulit Air yang "tidak lagi barajo ke Pagaruyuang".

Balairung Sari Sulit Air memiliki denah dasar 20 x 4,5 m dan berdiri di atas lahan 25 x 25 m. Secara keseluruhan, bangunan berbahan kayu, atap dari ijuk, dan plafon dari bambu.

Balairung Sari Sulit Air tidak berdaun pintu dan berjendela. Keseluruhan bagian dinding bangunan berhiaskan ukiran bermotif flora.

Bagian sayap kiri dan kanannya tidak beranjung. Tangga masuknya terdapat di tengah, tepatnya pada bagian bawah bangunan. Tangga tersebut sudah berbahan tembok (semen) yang dilapaisi keramik.

Anak tangganya ada tiga yang melambangkan ada tiga tingkatan penghulu di Sulit Air yakni Datuk Suku, Daruk Ninik, dan Datuk Andiko. Akan tetapi, perbedaan tersebut bukan berarti perbedaan kasta atau tingkat derajat.

Baca juga: Menanti Selesainya Pembangunan Masjid Raya Sulit Air

Gonjong balairung berbentuk kepala kerbau dengan tanduknya menghadap ke atas yang dinamai "gonjong rabuang saumbuik".

Balairung Sari Sulit Air pernah dipugar dengan dana swadaya masyarakat dan bantuan dari organisasi perantau Silit Air Sepakat (SAS) pada 1998 berupa pergantian bagian atap bangunan. [den]

Tag:

Baca Juga

Zukri Saad adalah aktivis Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Indonesia yang berkiprah dalam gerakan masyarakat sipil di Sumatra Barat
Zukri Saad, Tokoh Gerakan Masyarakat Sipil Sumatra Barat
Erlina Burhan adalah seorang dokter spesialis paru Indonesia yang berpraktik di dua lokasi di Jakarta, yakni di RS Islam Jakarta Cempaka Putih dan RS YARSI
Erlina Burhan, Berkiprah Eliminasi TB hingga Penanganan Pandemi Covid-19
Kamardi Thalut berkiprah memajukan bagian bedah sekaligus menjadi guru besar untuk bidang tersebut di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Kamardi Thalut, Dokter Bedah Berdedikasi
Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia di Sumatra Barat pada dekade 1920-an
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Bolak-Balik Penjara
Yulizal Yunus adalah seorang filolog dan akademisi bidang sastra Arab. Topik penelitiannya mencakup biografi dan karya ulama Minangkabau.
Yulizal Yunus, Mengkaji Khazanah Keilmuan Ulama Minangkabau Lewat Manuskrip
Zubaidah Djohar adalah seorang penyair dan aktivis kemanusiaan Indonesia
Zubaidah Djohar dan Kerja Kemanusiaannya Bagi Korban Konflik