Semarak Masjid Muhammadan, Dari Jemaah Tablig Hingga Serak Gulo

Masjid Muhammadan adalah peninggalan komunitas Muslim keturunan India di Padang yang dibangun pada 1843.

Masjid Muhammadan adalah peninggalan komunitas Muslim keturunan India di Padang yang dibangun pada 1843. [Foto: Rahmatdenas]

Suluah.com – Setiap menjelang Magrib, Jalan Pasa Batipuh di depan Masjid Muhammadan selalu ramai. Bukan ramai karena kendaraan, tetapi kerumunan sejumlah orang yang berpakaian putih.

Mereka adalah Jemaah Tablig yang umumnya mengenakan gamis dengan penutup kepala sorban atau peci. Mereka menggelar meja di tepi jalan dan menghidangkan sejumlah makanan.

“Setiap Kamis, Masjid Muhammadan selalu ramai oleh jemaah tablig. Kalau yang berpuasa, mereka akan berbuka bersama,” kata Zainal Hoesen, warga Pasa Batipuh kepada Suluah, Kamis (21/3/2019).

Jemaah Tablig mulai datang sejak pukul 17:30. Setelah Magrib, mereka akan mendengar ceramah yang disampaikan seorang ustaz.

“Ceramahnya tidak bicara politik, tidak bicara materi, dan tidak bicara masalah-masalah khilafiah,” kata Zainal.

Jemaah Tablig akan bermalam di masjid dan baru kembali Subuh keesokan harinya. Selama bermalam, mereka melakukan berbagai kegiatan ibadah.

“Kegiatannya disebut Kamis Tabligh. Ini kegiatan rutin setiap pekan,” tutur Zainal.

Masjid Muhammadan menjadi pusat kegiatan jemaah tablig yang telah mewarnai sejarah gerakan Islam di Kota Padang selama dua dasawarsa terakhir abad ke-20. Tidak hanya untuk Padang, melainkan Sumatera Barat.

Setiap jemaah yang datang dari luar provinsi atau luar negeri harus "melapor" terlebih dahulu ke Masjid Muhammadan.

Arsitektur Masjid Muhammadan

"<yoastmark

Bangunan Masjid Muhammadan sangat menonjol di antara bangunan sekitarnya. Hal ini karena desainnya yang penuh dengan ornamen bergaris-garis hijau mengikuti setiap lekuk dinding.

“Masjid ini merupakan masjid peninggalan sejumlah Muslim keturunan India di Padang yang dibangun pada tahun 1843,” ujar pengurus masjid, Dani.

Warna dasar cat masjid ini sebenarnya putih, tapi ornamen di dinding masjid yang diberi kelir hijau membuatnya semarak. Ada lampu-lampu kecil yang berjejer di atasnya, yang menyala kala senja.

Masih pada bagian luar, terdapat dua menara kecil yang menyatu dengan bangunan. Menara itu mungil, bentuknya makin ke atas makin kecil. Tingginya hanya sekitar sembilan meter.

“Menara ini pernah runtuh sebagian akibat gempa bumi 2009,” ujar Dani.

Masuk ke masjid, kita akan melewati serambi, yakni ruang peralihan antara area luar dengan ruangan dalam. Serambi ini memiliki lebar dua meter. Terdapat tujuh tiang berjejer yang terbuat dari beton. Adapun pada dinding serambi, terdapat jendela kembar berukuran besar.

Menuju ruangan salat, di dalamnya tidak terlihat mimbar seperti masjid pada umumnya, hanya ada jendela berbentuk seperti mimbar dan ditutupi kain hijau berlambang bulan dan bintang. Lambang ini menjadi ciri khas dari masjid.

Selain itu, terdapat lampu-lampu kristal yang menjadi ornamen di dalam ruangannya. Bentuk jendelanya yang besar. Terdapat kaca perca di atas ventilasi jendelanya menambah keunikan masjid ini.

Masjid Muhammadan memiliki denah berukuran lebar 15 meter dan panjang 25 meter. Walau sekilas, Masjid Muhammadan hanya satu lantai, tetapi sebenarnya masjid ini terdiri dari tiga lantai.

“Bagian belakang bangunan berupa lantai dua dan tiga merupakan tambahan, yang dibangun sekitar 1990-an,” ujar Zainal.

Lantai dau dan tiga biasanya digunakan sebagai tempat istirahat oleh Jemaah Tablig, maupun keperluan lain seperti memasak.

Serak Gulo ala Keturunan India Padang

Keberadaan Masjid Muhammadan turut berperan dalam penyebaran agama Islam dan perjalanan sejarah Kota Padang.

Selain itu, masjid ini menjadi pusat aktivitas keagamaan serta budaya Muslim keturunan India. Salah satu tradisi Muslim keturunan India yang masih terjaga hingga saat ini yakni serak gulo.

Serak gulo merupakan tradisi tahunan menebarkan gula setiap tanggal 30 Jumadil Awal penanggalan Hijriah dalam rangka memperingati kelahiran ulama Islam asal India, H. Imam Saul Hamid, untuk melaksanakan nazar serta sebagai sarana menjalin tali silaturahmi antarmasyarakat.

Tradisi ini sangat menarik untuk disaksikan. Serak gulo hanya ada di dua tempat di seluruh dunia, yaitu di Padang dan Singapura. [den]

Baca Juga

Masjid Raya Ganting
Masjid Raya Ganting, Riwayat Karya Arsitektur Buah Keberagaman Kota Padang
Masjid Jamik Sungai Jariang terletak di Jorong Sungai Jariang, Nagari Koto Panjang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.
Masjid Jamik Sungai Jariang Berusia Seabad Berkubah Kuning Cemerlang
Tabuah masih dapat kita jumpai hingga sekarang, terutama di surau atau masjid tua di Sumatra Barat
Tabuah di Minangkabau, Dari Penanda Waktu Salat Hingga Perang
Surau Ilia Binaul Iman di Nagari Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.
Surau Ilia Binaul Iman Koto Gadang
Masjid Tua Padukuan merupakan masjid tertua di Nagari Padukuan, Kabupaten Dharmasraya yang selesai dibangun pada tahun 1938.
Masjid Tua Padukuan, Nasibnya Kini
Jombang Santani Khairen adalah seorang novelis Indonesia. Mulai menulis novel sejak 2013, ia memperoleh popularitasnya pada 2019 lewat Kami (Bukan) Sarjana Kertas.
J.S. Khairen, Novelis dengan Berjibun Karya Lintas Genre