Suluah.com – Beberapa tempat ibadah yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar) masih berdiri sampai sekarang. Salah satunya Gereja GPIB yang terletak di Jalan Bagindo Aziz Chan.
Gereja ini menjadi saksi perkembangan agama Kristen Protestan di Padang yang berlangsung setidaknya sejak abad ke-19. Gereja ini juga dijuluki Gereja Ayam karena terdapat patung ayam di puncak menaranya.
Sejarah Gereja GPIB Padang
Gereja GPIB Padang yang berdiri saat ini merupakan pengganti gereja lama yang berlokasi di dekat Monumen Michiels atau kompleks Museum Adityawarman sekarang.
Gereja tersebut rusak akibat gempa bumi pada tahun 1833. Demi keselamatan jemaah, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk membongkar bangunan gereja pada 1855.
Setelah itu, pemerintah Hindia Belanda mulai membangun gereja di lokasi baru, yakni lokasi sekarang. Menurut sejarawan Rusli Amran dalam Padang Riwayatmu Dulu, gereja baru secara resmi dibuka pada 1881.
Dana pembangunan Gereja GPIB Padang berasal dari pemerintah kolonial sebanyak 7.000 Gulden dan sumbangan dari jemaah Protestan. Salah seorang penyumbang terbesar adalah Lie Saay, cukong terkenal di Padang.
"Semuanya berjalan lancar, berbeda sekali dengan pembangunan Masjid [Raya] Ganting," tulis Rusli Amran.
Arsitektur Gereja GPIB Padang
Bangunan Gereja GPIB Padang mengadopsi arsitektur kolonial Belanda. Hal itu dapat terlihat dari bentuk atapnya yang meruncing ke atas seperti limas.
Pada atap bagian belakang, terdapat struktur mirip cerobong asap. Adapun pada bagian muka, terdapat teras yang diberi atap.
Di bagian belakang bangunan gereja, terdapat bangunan menara tempat kedudukan lonceng. Menara tersebut berbentuk balok dengan bagian atapnya berbentuk limas sama kaki yang sangat runcing.
Akses masuk ke dalam ruangan gereja berada di sisi timur. Seperti halnya gereja pada umumnya, gereja GPIB memiliki ruangan luas tanpa sekat untuk menampung para jemaah.
Sekilas Sejarah Kristen di Padang
Perkembangan Kristen Protestan di Padang tidak terlepas dari proses penginjilan Sumatra secara keseluruhan, yakni melalui kegiatan perdagangan dan pendidikan.
Pada 1854, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan wilayah pekabaran Injil. Kristen Protestan yang dibawa oleh Belanda semula banyak diperkenalkan di daerah Tapanuli dan Nias.
Seiring waktu, pemerintah Hindia Belanda memperluas wilayah pekabaran Injil. Pada tahun 1856, G. van Asselt, misionaris Protestan dari Belanda, tiba di Padang.
Baca juga: Friedrich Silaban, Arsitek Masjid Istiqlal Kesayangan Bung Karno
Seorang pastor Katolik telah menetap di Padang dan mengajarkan Injil sejak tahun 1837 (khususnya kepada orang Eropa dan pendatang). Akan tetapi, jemaah Katolik baru memiliki gereja pada tahun 1933.
Selain Gereja GPIB, beberapa gereja Protestan yang saat ini melayani di Padang yakni Advent, HKBP, BNKP, GBI, dan GKN-Rantau. [den]