Suluah.com – Friedrich Silaban adalah seorang arsitek ternama Indonesia. Ia terkenal lewat karyanya selama era pemerintahan Sukarno, seperti Masjid Istiqlal, Gelora Bung Karno, dan Monumen Pembebasan Irian Barat.
Ia pernah mengikuti sayembara desain Monumen Nasional. Namun, desain hasil rancangannya tidak digunakan karena memerlukan biaya yang tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara.
Kehidupan Awal
Friedrich Silaban lahir pada 16 Desember 1912 di Desa Bonan Dolok, Samosir, Sumatra Utara. Ia merupakan anak dari seorang pendeta Batak, Protestan Jonas Silaban. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Tapanul, ia pindah ke Batavia dan masuk ke sekolah teknik Koningin Wilhelmina School (KWS).
Di KWS, ia mempelajari desain dan konstruksi bangunan. Selepas lulus pada 1931, ia mulai bekerja di bawah arsitek Belanda J.H. Antonisse. Selama enam tahun, ia mengerjakan gambar untuk proyek pekerjaan umum di Batavia. Pada 1938, ia bertugas ke Pontianak. Di sana, ia merancang Tugu Khatulistiwa.
Pertemuan dengan Soekarno
Friedrich Silaban berada dalam pengasihan selama beberapa bulan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Namun demikian, selama periode ini ia dapat bertemu Soekarno. Keduanya berdiskusi tentang arsitektur dan seni.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Friedrich sempat berdinas sebagai pejabat pekerjaan umum di Bogor. Dari tahun 1949 dan 1950, ia pergi ke Amsterdam untuk belajar di Academie van Bouwkunst. Selama di luar negeri ini, ia melakukan perjalanan melihat perkembangan arsitektur modern dunia.
Selain proyek pekerjaan umum di Bogor, Silaban terlibat dalam proyek tingkat nasional pada era 1950-an.
Merancang Masjid Istiqlal dan Monas
Friedrich Silaban terkenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun. Beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan hingga sekarang.
Pada 1953, ia merancang pintu gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata. Dua tahun berikutnya, rancangannya terpilih memenangkan sayembara Masjid Istiqlal.
Menurut putra Friedrich Silaban, sang ayah yang beragama Kristen menggunakan nama samaran ketika mengikuti sayembara. Hal itu dilakukan agar rancangannya bisa lolos.
Dalam sayembara Monumen Nasional pada 1955, karya Friedrich Silaban kembali terpilih sebagai pemenang. Namun, eksekusi rancangannya terhambat karena memerlukan biaya yang cukup besar.
Baca juga: Cerita Rizal Muslimin Merancang Desain Masjid Raya Sumbar
Melihat hal tersebut, Soekarno meminta Friedrich Silaban untuk merancang bangunan yang lebih kecil, tetapi Friedrich Silaban menolak.
Friedrich Silaban meninggal dunia pada 14 Mei 1984. Untuk mengenang jasanya, namanya disematkan sebagai nama jalan di Kota Bogor. [den]