Suluah.com – Hotel Centrum adalah bekas hotel di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat (Sumbar) peninggalan masa kolonial Belanda pada awal abad ke-20. Saat ini, bangunannya tidak terurus dan berada dalam sengketa lahan.
Hotel ini merupakan salah satu hotel pertama di Bukittinggi selain Hotel Park di sebelah RS Achmad Mochtar (kini sudah tidak berbekas sama sekali).
Sejarah Hotel Centrum Bukittinggi

Sebelum tulisan ini disusun, belum ada penulis yang secara khusus meneliti Hotel Centrum. Untuk itulah, Suluah memulai penelusuran melalui koran-koran pada masa Hindia Belanda, khususnya yang terbit di Sumatera Barat.
Dari hasil penelusuran Rahmat Irfan Denas, hotel ini dibangun oleh tentara Belanda kelahiran Jerman, Alfred Jacob Kranich (1856-1931). Ia pernah ikut dalam ekspedisi militer Belanda di Aceh pada dekade 1870-an hingga 1890-an.
Kranich pernah menjalankan bisnis di Padang. Pada Mei 1918, ia memulai pembangunan Hotel Centrum. Hotel ini diresmikan pembukaannya pada 16 Maret 1919.
Kranich mengelola Hotel Centrum sendiri hingga April 1924. Setelah itu, ia pergi ke Eropa. Ia meninggal pada September 1931 dalam usia 75 tahun.
Berbagai kesan soal kemegahan maupun pelayanan hotel ini dapat kita temukan pula dalam sejumlah publikasi dari masa Hindia Belanda. Sementar itu, dokumentasi foto terdapat di KITLV Belanda.
Target Bumi Hangus

Pasca-kemerdekaan, hotel ini berubah nama menjadi Hotel Merdeka. Sutan Mohammad Rasjid selaku Komisaris Negara Urusan Keamanan merangkap Residen Sumbar pernah menjadikannya sebagai tempat kediaman.
Di hotel inilah, mengutip buku PDRI dalam Khasanah Kearsipan (1989), Sutan Mohammad Rasjid melangsungkan rapat mengatur siasat perjuangan menghadapi Belanda yang melancarkan Agresi Militer II pada 18 Desember 1948.
Di antara hasil rapat yakni kesepakatan melakukan aksi bumi hangus terhadap gedung-gedung penting di Bukittinggi agar Belanda tidak dapat memanfaatkannya. Aksi itu terjadi menjelang Belanda menguasai kota ini pada 22 Desember 1948.
Hotel Merdeka menjadi salah satu sasaran bumi hangus. Gedung lain yang dibumihanguskan termasuk Rumah Tamu Agung (kini Gedung Tri Arga), Markas Divisi Banteng, rumah-rumah para opsir menengah, kantor telpon, kantor pos, stasiun radio, dan percetakan uang kertas negara.
Purnawan Tjondronegoro dalam Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku (1982) mencatat, semua barang yang penting terlebih dulu diselamatkan sebelum gedung-gedung itu dibakar, seperti emas hitam (candu), beras, obat-obatan, dan peralatan kontrol.
Bangunan Hotel Centrum Kini

Sekitar tahun 1952, Rahman Tamin membeli bangunan bekas hotel ini. Setelah itu, Perusahaan Umum Pos dan Giro pernah menempatinya sebagai kantor sementara.
Bagian lain dari bangunan ini pernah beralih fungsi untuk pertokoan, tempat kursus bahasa Inggris, hingga studio foto.
Sepeninggal Rahman Tamin, terjadi sengketa atas kepemilikan lahan bangunan yang masih berlagsung hingga kini.
Kompleks bangunan sendiri terdiri dari tiga blok bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 4.307 m². Total ketiga bangunannya memiliki luas 1.925 m².
Dua buah bangunan, yaitu bagian sayap kiri dan bangunan utama beratapkan seng, sedangkan bangunan di sayap kanan beratap dari semen.
Bangunan utamanya mempunyai jendela dan pintu masuk berbentuk lengkung. Plafon masih asli terbuat dari bahan asbes dengan motif bunga-bungaan bertopangkan balok-balok kayu besar yang masih asli sejak berdiri. [den]











