Suluah.com – Masjid Raya Badano terletak di Desa Kajai, Kecamatan Pariaman Timur, Kota Pariaman, Sumatra Barat. Ini merupakan salah satu masjid tertua di Kota Pariaman. Usianya nyaris tiga abad.
Arsitektur Masjid Raya Badano sekilas mirip dengan Masjid Raya Pariaman dan Masjid Raya Padusunan. Ternyata, ketiga masjid tersebut memang dibangun dalam waktu bersamaan. Bagaimana sejarahnya?
Sejarah Masjid Raya Badano
Kehadiran masjid di Minangkabau pada masa lampau tak bisa dilepaskan dari sejarah nagari tempatnya berada. Lokasi Masjid Raya Badano berada dulu merupakan wilayah Nagari Sungai Rotan, yang saat ini sudah terpecah menjadi beberapa desa.
Pada umumnya, setiap nagari memiliki masjid utama yang menjadi pusat kegiatan keagamaan oleh masyarakat, khususnya hari besar Islam. Begitu pula halnya dengan Nagari Sungai Rotan.
Masjid Raya Badano merupakan masjid utama masyarakat Nagari Sungai Rotan. Selain beribadah, masyarakat sering menjadikan masjid ini sebagai lokasi turun mandi anak.
Masjid ini dibangun pada abad ke-19, yakni sekitar tahun 1828. Itu berarti, usianya sudah memasuki tiga abad. Dalam perjalanannya, bangunan masjid telah mengalami beberapa kali perbaikan oleh masyarakat dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.
Nama masjid ini, yakni badano, merujuk pada guci besar yang berfungsi sebagai wadah untuk mengambil wudhu. Guci ini berwarna hitam dengan diameter sekitar 30 cm. Letaknya berada di depan tempat wudu.
Bangunan
Bangunan masjid terbuat dari beton dan memiliki denah bujur sangkar. Terdapat sebanyak 33 tiang yang menopang bangunan dengan bentuk bulat dan segi delapan.
Jendela masjid berjumlah 24 buah dan pintu sebanyak 3 buah. Pada bagian ventilasi jendela dan pintu, terdapat dekorasi kaligrafi.
Bentuk atap Masjid Raya Badano memiliki kesamaan dengan Masjid Raya Pariaman dan Masjid Raya Padusunan, yakni beratap tumpang dengan kombinasi bangunan dan kubah di puncaknya.
Atap masjid ini dulu menggunakan genteng seluruhnya, tetapi kini telah berganti menjadi seng kecuali atap di tingkat pertama.
Tak hanya atap, kesamaan juga terdapat pada tata ruang utama masjid. Imam Masjid Raya Badano Ismail Tuangku Sidi mengatakan, kesamaan itu lantaran arsitek ketiga masjid itu merupakan orang yang sama.
Baca juga: Sejarah Masjid Raya Lubuk Pandan dan Keunikannya
Akan tetapi, terdapat perbedaan pada menara yang menyatu dengan bagian depan bangunan masjid. Masjid ini memiliki tiga menara, satu di antaranya merupakan bagian dari mihrab. Belakangan, pengurus membangun sebuah menara baru yang terpisah dari bangunan masjid.
Ismail Tuangku Sidi menyebutkan, ayah Buya Hamka yakni Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul pernah belajar tafir Al-Quran dan fikih di masjid ini. Gurunya adalah Syekh Mukadam. Saat itu, ayah Hamka masih remaja. [den]