Suluah.com – Masjid Tua Una-Una terletak di Pulau Una-Una yang kini termasuk dalam wilayah Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Una-Una pada awal abad ke-20.
Masjid Tua Una-Una memiliki arsitektur yang unik berupa perpaduan Eropa, Cina, dan Arab. Bangunannya sudah memasuki usia 100 tahun sehingga menjadikannya salah satu masjid tertua di Sulawesi Tengah. Berikut sejarahnya.
Sekilas Pulau Una-Una
Pulau Una-Una berada di tengah perairan Teluk Tomini. Pulau ini dulunya merupakan lokasi sebuah kerajaan. Awalnya, kerajaan di pulau ini bernama Kerajaan Togean. Kerajaan tersebut berdiri pada tahun 1762 dengan ibu kota di Benteng.
Pada tahun 1918, Pulau Una-Una menjadi pusat Kerajaan Una-Una di bawah pimpinan seorang raja bernama Abdurrahman Laudjeng Daeng Materru. Warga menyebutnya dengan Raja Tua. Ia memerintah dari tahun 1899 sampai 1926.
Pulau Una-Una ditumbuhi banyak pohon kelapa. Pulau ini menghasilkan kopra yang langsung diekspor ke Malaysia. Pada masa kejayaannya, pulau ini memiliki julukan Pulau Ringgit lantaran masyarakat di sini bertransaksi menggunakan Ringgit bukan Rupiah.
Menurut warga setempat, "una" dalam bahasa Malaysia artinya kelapa. Karena kelapa di pulau ini sangat banyak maka namanya menjadi Una-Una (kelapa-kelapa).
Akan tetapi, keadaan berubah setelah Gunung Colo meletus pada tahun 1983. Pasca-bencana, masyarakat meninggalkan pulau dan mengungsi ke pulau-pulau sekitar. Warga akhirnya eksodus dan enggan kembali lagi. Mereka menjadi transmigran di luar pulau dan tidak lagi mengurus harta benda mereka.
Meski demikian, belakangan beberapa warga sudah mencoba kembali lagi ke pulau. Jumlah mereka tak lebih dari 100 orang. Namun, kehidupan mereka tidak lagi seperti dulu.
Sejarah Masjid Tua Una-Una
Masjid Tua Una-Una didirikan pada saat Kerajaan Una-Una dipimpin oleh Abdurrahman Laudjeng Daeng Materru, yakni pada awal abad ke-20. Terdapat beberapa versi tentang tahun pendirian masjid ini.
Menurut data Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Gorontalo pada 2012, pembangunan Masjid Tua Una-Una dimulai pada tahun 1909 atas prakarsa masyarakat setempat serta didukung oleh Raja Una-Una Abdurrahman Laudjeng Daeng Materru. Pekerjaan pembangunan selesai pada tahun 1914.
Masjid ini menjadi salah satu bangunan yang tetap kokoh berdiri saat Pulau Una-Una luluh lantak akibat letusan Gunung Colo pada tahun 1983. Letusan menghancurkan dua per tiga bagian pulau.
Sayangnya, aktivitas ibadah di Masjid Tua Una-Una saat ini tidak lagi rutin sebagaimana masjid umumnya karena bangunannya yang telah rapuh lantaran terbuat dari kayu.
Selain itu, pemerintah setempat menetapkan Pulau Una-Una sebagai daerah rawan bencana yang tertutup untuk permukiman penduduk. Seluruh penduduk desa yang ada di sana pindah ke desa-desa di pulau sekitarnya.
Meski demikian, beberapa penduduk yang dulu menetap di pulau ini masih mengunjunginya untuk mengelola kebun kelapa mereka.
Arsitektur Masjid Tua Una-Una
Secara keseluruhan, bangunan Masjid Tua Una-Una terbuat dari kayu ulin, dengan corak arsitektur perpaduan Eropa, Cina, dan Arab. Bangunannya terdiri atas tiga lantai. Masjid ini memiliki kubah berbentuk kopiah Teuku Umar, sebagaimana yang terdapat pada kubah Masjid Teuku Umar di Banda Aceh.
Masjid ini kaya akan ornamen bangunan seperti motif flora, fauna, dan garis pada ventilasi pintu, jendela, dan mimbar.
Berdiri di atas lahan seluas 3.000 meter persegi, Masjid Tua Una-Una memiliki denah bangunan berbentuk persegi berukuran 18 x 18 meter.
Terdapat teras yang mengelilingi bangunan dengan lebar 2 meter dan memiliki pagar pembatas setinggi 1,5 meter. Di sekeliling teras, terdapat sebanyak 28 tiang penyangga berbentuk bulat dengan ketinggian 19 m dan diameter 15 cm.
Di dalam ruang utama yang berfungsi sebagai tempat salat, terdapat empat tiang utama dengan tinggi 4 meter. Jarak antar tiang utama yakni 3,4 meter. Selain itu, terdapat mihrab tempat mimbar berada. Ruang mihrab memiliki lebar 1,3 meter.
Mimbar Masjid Tua Una-Una masih asli. Mimbar ini terbuat dari kayu berhiaskan kuningan di puncaknya. Pada bagian depan dan belakang, terdapat ukiran bermotif flora dengan warna hijau dan kuning. Ragam hias di mimbar bentuknya sama dengan yang terdapat di ventilasi.
Tingkat Atas dan Menara
Lantai dua merupakan ruangan setinggi 266 cm. Lantai ini tidak memiliki fungsi khusus, hanya ruangan kosong dengan luas 38,8 meter persegi. Di sini, tidak terdapat jendela sama sekali, yang terlihat hanya rangka atap bangunan.
Pada bagian tengah ruangan, terdapat empat tiang dari lantai dasar serta delapan delapan tiang kecil yang memiliki pagar pembatas setinggi 75 cm. Di sebelah selatan, terdapat tangga menuju menara yang memiliki delapan anak tangga.
Lantai tiga memiliki denah ruangan segi delapan, dengan ukuran yang lebih kecil dari lantai pertama. Di setiap sisinya, terdapat jendela berdaun ganda, kecuali sisi barat.
Baca juga: Mengenal Banda Neira, Tempat Hatta dan Sjahrir Dibuang
Di bagian dinding luar dari lantai tiga, terdapat aksara dalam bahasa Arab yang bertuliskan kalimat "Laa Illaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin Muhammadarrasulullah Shodiqul Amin".
Masjid Tua Una-Una memiliki menara yang terdiri dari tiga tingkat. Ketinggian masing-masingnya yakni lantai satu 270 cm, lantai dua 283 cm, dan lantai tiga 75 cm. Tangga menuju menara terdapat di lantai dua masjid. [den]