Suluah.com – Teungku Amir Husin Al-Mujahid adalah salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Aceh. Ia merupakan sosok militan dan ambisius yang kontroversial.
Pada masa perang kemerdekaan, ia memimpin laskar rakyat bernama Chiek Paya Bakong yang bermarkas di Pidie. Ia juga menjadi Ketua Pemuda Persatuan Seluruh Ulama Aceh.
Kehidupan
Teungku Amir Husin Al-Mujahid lahir pada tahun 1900 di Blang Siguci ,Idi Rayeuk, Aceh Timur sekarang. Ia merupakan putra dari pasangan Amir Suleiman dan Cut Manyak.
Sang ayah, bernama lengkap Amir Sulaiman Bin Amir Abbas Bin Amir Amrullah bin Amir Hidayat, berasal dari Persia, sedangkan sang ibu, bernama lengkap Cut Manyak Binti Muhammad Yusuf Bin Syekh Yakob bin Syekh Abdurrahman berasal dari Yaman.
Amir Husin pernah menempuh pendidikan Madrasah Maslurah Tanjung Pura. Perguruan itu banyak menghasilkan ahli agama yang tak hanya menjadi ulama dan mubalig terkenal, tapi juga tokoh komunis.
Amir Husin Al-Mujahid sendiri punya pergaulan rapat dengan beberapa tokoh komunis, seperti Nathar Zainuddin, Xarim M. S., dan Sarwono.
Kiprah
Pada masa pendudukan Jepang, Teungku Amir Husin Al-Mujahid membantu Kepala Jawatan Rahasia Jepang di daerah Langsa. Sewaktu "Revolusi Sosial", ia mengambil alih pangkat dan kedudukan Teuku Nyak Arief selaku anggota Staf Umum Komandemen Sumatera.
Pada 5 Mei 1939, organisasi PUSA terbentuk. dengan mendapuk Teungku Muhamad Daud Beureueh sebagai ketuanya. Sementara itu, Teungku Amir Husein Al-Mudjahid menjadi Ketua Pemuda PUSA.
Ketika Teungku Daud Beureueh berontak dan mendirikan Darul Islam di Aceh, Teungku Amir Husin Al-Mujahid menjadi Ketua Majelis Syura (semacam DPR) negara bagian dari Negara Islam Indonesia (NII). Namun, ia tak berselang lama, ia membelot.
Bersama A . Gani Usman Hasan Saleh, mereka membentuk Dewan Revolusi dan menarik dukungannya terhadap Teungku Muhammad Daud Beureueh yang menjabat sebagai Wali Negara Darul Islam.
Tengku Amir Husin Al-Mujahid mengerahkan para Pemuda PUSA untuk membentuk Tentara Perjuangan Rakyat (TPR) di Idi. TPR bertujuan untuk memperbaiki Pemerintahan Daerah Aceh yang masih labil, dan menurut mereka tidak dapat dipercaya meneruskan revolusi nasional seperti yang dikehendaki oleh rakyat banyak.
Mereka menganggap dalam aparat pemerintahan di Aceh masih terdapat anasir-anasir feodal dan yang pro-feodal, yang dikhawatirkan merupakan hambatan bagi jalannya revolusi. Selain itu, TPR bermaksud menghapuskan sistem pemerintah feodal yang berjalan berabad-abad di tanah Aceh. [den]