Suluah.com – Saka guru (atau soko guru dalam bahasa Jawa) adalah empat tiang utama yang terdapat pada bangunan tradisional Jawa, seperti pendopo, rumah adat, dan masjid. Ia berfungsi untuk menyangga gaya berat atap.
Empat tiang utama memiliki makna simbolik yang penting dan terkadang dianggap memiliki kekeramatan. Ruang di bawahnya dipercaya sebagai ruang sakral sehingga kerap digunakan untuk kegiatan tertentu, seperti tempat duduk kedua mempelai saat akad nikah
Konstruksi saka guru terdapat pada bangunan dengan atap tipe joglo atau tipe tajug. Atap jenis joglo diperuntukkan bagi rumah para bangsawan, sedangkan atap jenis tajug diperuntukkan untuk bangunan suci misalnya masjid atau candi.
Dalam arsitektur Jawa, dinding hanya berfungsi pembatas ruangan atau eksterior, bukan penyangga struktur. Jadi, yang berfungsi sebagai penopang atap bangunan adalah empat tiang utama.
Masing-masing dari empat tiang berada di atas umpak, batu berbentuk trapesium tiga dimensi yang berfungsi sebagai peralihan antara tiang dan pondasi.
Menurut Gunawan Tjahjono dalam penelitiannya, ukuran umpak bervariasi dari 20 x 20 cm persegi hingga 1 x 1 m persegi, menyesuaikan ukuran tiang. Umpak mencegah tiang terkena air, dan dapat mengurangi gaya horizontal akibat gempa bumi.
Hubungan Saka Guru dan Purus
Setiap tiang saka guru memiliki purus di tiap ujungnya. Purus bawah untuk memasukkan tiang ke umpak dan purus atas untuk menghubungkan tiang ke dua balok yang saling menyilang.
Purus merupakan sistem konstruksi bongkar pasang (knockdown) berupa tonjolan dan lubang yang saling terkaitkan dan saling mengunci satu sama lain
Di bagian atas tiang saka guru, tepatnya di bawah purus, terdapat lubang yang akan diisi oleh dua balok sekunder yang saling menyilang. Tiap ujung balok sekunder ini memiliki purus sama seperti tiang saka guru. Namun, terdapat perbedaan bentuk purus antara kedua balok.
Baca juga: Apa itu Wayang?
Balok pertama dikenal sebagai sunduk ("tusuk sate") yang memiliki purus yang disebut purus wedokan ("purus wanita"). Purus wedokan berisi lubang yang akan dikunci dengan purus dari balok kedua setelah dimasukkan ke dalam saka guru. Balok kedua dikenal sebagai kili ("jangkar"), sedangkan purusnya disebut purus lanang ("purus laki-laki").
Setelah semua balok terpasang dengan sistem purus, saka guru dapat stabil dan menopang atap di atasnya. [den]