Suluah.com – Salah satu daerah yang gigih menentang kolonialisme Belanda di Kota Padang adalah Pauh. Namun, serjarah Pauh relatif tak tertulis secara serius, terutama perannya dalam sejarah Kota Padang.
Kali ini Suluah.com menurunkan tulisan tentang sejarah Pauh dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Padang yang jatuh pada 7 Agustus ini. Berikut profil Pauh.
Asal Usul Pauh
Sebagai daerah, Pauh dulunya adalah sebuah nagari. Seiring perubahan tata pemerintahan di Indonesia, Pauh kini menjadi sebuah kecamatan di Padang.
Nama Pauh berasal dari buah bernama, yakni pauh. Pauh merupakan sejenis buah mangga yang banyak ditemukan di tanah Minangkabau. Nama lain buah ini adalah ambacang.
Dosen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas (Unand) Yudhi Andoni menulis, buah pauh memiliki kulit yang tebal, dan bijinya relatif besar. Meski demikian, menguliti buah ini tidak mudah.
"Jangan memakai mulut saat mengupasnya seperti jenis mangga lain, kuini misalnya, bila tak ingin bakurok berkat getahnya yang tajam," tulis Yudhi dalam artikelnya, "Pauh Nagari Heroik" di Harian Umum Rakyat Sumbar.
Menguliti pauh, lanjut Yudhi, harus menggunakan pisau tajam dengan metode khusus. "Ibarat menyayat galamai kata orang. Tipis tido, tebal jadi tabedo. Terlalu tipis getahnya masih tersisa. Tapi terlalu tebal, daging buahnya tinggal sedikit," katanya.
Pauh Zaman Belanda
Menurut Yudhi, Pauh termasuk salah satu wilayah pertama di Minangkabau yang melawan kolonialisme Belanda. Mereka mulai menolak kehadiran kolonialisme Belanda melalui intervensi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada awal abad ke-17, jauh sebelum Perang Padri berkecamuk.
Sebagai perusahaan dagang berbau negara, VOC telah bercokol di Padang sejak awal abad ke-17 dengan memainkan praktik-praktik kekuasaan sampai ke darek. Padang menjadi pintu masuk kolonialisme Belanda.
Hanya dalam hitungan waktu beberapa dekade, Padang menjadi hegemoni baru di pantai barat Sumatra. Belanda berkali-kali mengirim ekspedisi militernya ke daerah-daerah sekitar Padang mereka taklukan.
"Bagi VOC kala itu, Padang menjadi pusat timbun segala kebutuhan mereka untuk dijual kembali ke Eropa. Mereka menimbun dan memonopoli komoditi seperti lada, garam, emas, kopi, dan padi di Padang. Jadi tak heran, daerah-daerah pasar komoditas semacam Tiku, Pariaman, dan Indrapura yang merupakan muara pasar hasil bumi dari darek menjadi sasaran ekspedisi militer VOC bila tak mau tunduk pada kemauan mereka," tulis Yudhi.
Di tengah ekspedisi militer VOC itu, Pauh memainkan peran penting sebagai salah satu daerah paling gigih melawan kolonialisme perusahaan dagang Belanda tersebut.
Bagi Belanda, masyarakat Pauh adalah pemberontak. Oleh sebab itu, Belanda mengirimkan beberapa ekspedisi militer untuk menaklukan Pauh. Pimpinan ekspedisi itu salah satunya yakni Gruys dan Verspreet.
Heroisme Raykat Pauh
Rusli Amran berjudul Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang mencatat, VOC pada pertengahan abad ke-17 mengirim pasukan mereka untuk menaklukkan ke Pauh. Ekspedisi itu meninggalkan luka dalam bagi anak nagari Pauh.
Rumah-rumah penduduk dibakar dan banyak laki-laki dibunuh. Meskipun demikian, para penduduk Pauh bukannya takut, malah menimbulkan rasa heroisme yang tinggi. Pada 1679, mereka bersama-sama dengan rakyat XIII Koto menyerang pusat kedudukan Belanda di Padang. Serangan ini mendapat balasan Belanda satu tahun kemudian.
Sampai akhir abad ke-17, VOC masih fokus untuk menaklukkan Pauh. Meskipun pada akhirnya orang-orang Pauh mesti membayar 200 ringgit pada VOC, tetapi sebagian besar penghulu mereka di bawah pimpinan Maharaja Setia tetap tidak mau tunduk.
Setelah sekian lama perang, hampir 100 tahun orang-orang Pauh akhirnya tunduk atau relatif tenang pada pertengahan abad ke-18. Namun, ketenangan kolonialisme Belanda kembali terusik pada pertengahan abad ke-19, ketika orang-orang Pauh kembali angkat senjata melawan penindasan terhadap mereka.
Orang-orang Pauh menjadi marah atas beban berat pajak, kerja paksa, dan tanam paksa. Bersama dengan rakyat Nanggalo, orang-orang Pauh berencana membumihanguskan Padang, dan membunuh Gubernur Michiels yang kejam.
Baca juga: Profil Kecamatan 2x11 Enam Lingkung
Sayang, usaha pemberontakan terakhir ini gagal. Kala itu, pemerintah kolonial Belanda telah mencengkeramkan sistem kekuasaan yang mapan, dengan terbangunnya kekuatan militer yang solid.
Perlawanan rakyat Pauh dapat dipatahkan. Namun, menurut Yudhi, perlawanan orang-orang Pauh terhadap kolonialisme Belanda patut disebut sebagai "catatan gemilang". [den]