Suluah.com – Umar Ganti adalah seorang ulama Minangkabau asal Nagari Kurai Taji yang aktif berkiprah di Muhammadiyah. Ia merupakan jebolan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Sebagai ulama, ia aktif membina umat baik melalui mimbar maupun lembaga pendidikan. Pada masa kolonial, karena perlawanannya terhadap pemerintah, ia pernah mendekam dalam penjara.
Kehidupan Awal
Umar Ganti lahir di Nagari Kurai Taji pada 1903. Mula-mula, ia belajar ilmu agama di Surau Paninjauan kepada Tuanku Adnan atau Tuanku Itam Ketek. Setelah itu, ia melanjutkan pelajaran di Sumatera Thawalib, Padang Panjang.
Begitu lulus tahun 1925, ia kembali ke kampung untuk mengajarkan ilmunya. Ia menjadikan rumah orang tuanya sebagai surau yang bernama Surau Labuh Tepi Air. Di tempat ini, antara lain belajar Haroen El-Ma'any, SDM Nur, dan Abdul Jalil.
Selain mengajar, ia ikut mendukung usaha pendirian Muhammadiyah di Padang Pariaman yang bermula dari ranting Kurai Taji. Cabang Muhammadiyah ini, sebagaimana dicatat Kasyim Munafi, dirintis oleh Sidi Mohd Iljas, Oedin, dan Syailendra.
Muhammadiyah mendapat pengikut awal dari murid-murid Tuanku Adnan, termasuk Umar Ganti, Haroen El-Ma'any, Abdul Jalil, St. Harun Parel, Abu Bakar Ma’ruf, Muhammad Ma’ruf, dan Dahlan.
Umar Ganti tidak hanya berdawah. Ia juga menyerukan seruan melawan kolonialisme Belanda. Gara-gara itu, ia sempat mendekam di penjara Pariaman. Melalui Kepala Negeri Kurai Taji, Belanda menangkap Umar Ganti. Ia ditahan dalam "kurungan kawat" di Lubuk Alung, sebelum dipindahkan ke penjara Pariaman.
Usai bebas dari tahanan, perlawanan Umar Ganti tak berhenti. Ia memilih "merdeka" Untuk mengamankan situasi " dengan cara hijrah ke luar negeri. Timur Tengah menjadi tujuannya.
Mengembara di Timur Tengah
Dalam pengembaraannya, Umar Ganti mula-mula menetap di Arab Saudi. Di sini, ia bergabung dengan Perhimpunan Persatuan Musyawarah Indonesia di bawah pimpinan Djanan Thaib dan Mukhtar Luthfi.
Sembari mempelajari agama, ia menjalankan perusahaan jahit "Ejibte" untuk menopang ekonominya. Melalui usahanya ini, ia berkenalan dengan staf Kerajaan Arab Saudi, yang kelak membantunya memperoleh jaminan keamanan saat terlantar.
Tahun 1936, Umar Ganti bertolak ke Mesir dan bergabung dengan Persatuan Indonesia Malaya (Perpidom). Perkumpulan tersebut diketuai oleh Ismail Banda, sedangkan Umar Ganti dipercaya sebagai komisaris.
Selama empat tahun di Mesir, ia menamatkan kuliah di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar. Di sini, ia berinteraksi dengan Malik Khalidi, Usman Raliby, dan Mohammad Rasjidi (kelak menjadi Menteri Agama).
Kembali ke Kurai Taji
Umar Ganti meninggalkan Mesir untuk kembali ke Tanah Air pada 1940. Di Jakarta, ia bertemu Agus Salim yang mengharapkan dirinya agar berkiprah di kampung halaman.
Tahun 1941, ia ikut membina dan mengajar di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Kurai Taji. Di saat Kepala Negeri Kurai Taji sakit parah, datang utusannya meminta maaf kepada H. Umar Ganti.
Umar Ganti menjawab, "Sewaktu saya menjalankan hukuman dahulu, beliau sudah saya maafkan. Karena saya takut akan menjadi beban di akhirat nantinya."
Dari tahun 1945 hingga 1948, Umar Ganti menjadi imam Masjid Raya Pasar Atas Bukittinggi. Ia juga memberikan pengajian bersama Mansoer Daoed Dt. Panglima Kayo dan Duski Samad.
Tahun 1948, Umar Ganti kembali ke Pariaman memenuhi panggilan atas panggilan Bupati Padang Pariaman B.A. Murad untuk megusahakan berdirinya Kantor Jawatan Agama Padang Pariaman.
Tak lama setelah berdiri, Kantor Jawatan Agama Padang Pariaman dipindahkan ke Padang. Pimpinannya adalah Bagindo Muslim Nur. Sementara itu, Umar Ganti mengepalai Bagian Penerangan dan merangkap mengurus masalah haji.
Tahun 1952, karena alasan kesehatan, ia mengundurkan diri dari Kantor Jawatan Agama. Ia memilih berwirausaha.
Berkiprah di Padang
Pada 1954, ia membuka perusahaan jahit "Ejibte Tailor" di Kampung Jao, Padang. Di sela-sala bekerja, ia membina dan memberikan pengajian untuk ranting Muhammadiyah Kampung Jao.
Pada 1959, saat Sumatera Barat Bergolak akibat Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Umar Ganti ditahan dan dikurung dalam penjara di Pariaman. Ia baru bebas setelah mendapat jaminan muridnya, Zaidin Bakri (kelak anggota DPRD Sumatera Barat).
Setelah itu, ia membangun PGA di Tepi Air. PGA tersebut pernah mendapat bantuan dari Mohammad Natsir dan belakangan bebrusah status menjadi negeri. Selanjutnya, ia mendirikan dan membina TPSA di kompleks PGAI Padang.
Sebagai kader Muhammadiyah, Umar Ganti bersama istri ikut menghadiri Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta. Ia hadir dengan biaya pribadi dan aktif mengikuti sidang-sidang.
Akhir Hidup
Pada akhir hidupnya, Umar Ganti sering memberi khutbah dan pengajian di Masjid Sungai Sirah, Pilubang dan Masjid Taratak, Pariaman. Di masjid terakhir, ia ikut merintis pembangunannya.
Yang Buya anjurkan, agar mendirikan shalat dengan baik, menjaga waktu shalat serta mengerjakan shalat-shalat sunnah lainnya.
Jabatan terakhir Umar Ganti adalah penasihat merangkap anggota Majelis Ulama Indonesia Padang Pariaman. Ia wafat di Padang pada 8 Juni 1988 pukul 22.30. Jezanahnya dikebumikan di Sungai Sirah, Pilubang, Pariaman.
Umar Hanti meninggalkan seorang istri, yakni Azir Nazir. Pasangan ini dikaruniai enam anak. Saat wafatnya, ia memiliki 19 cucu dan 3 cicit..
Saat pemakaman jenazah, Kasyim Munafi selaku Ketua Muhamamdiyah Padang Pariaman menyebut Umar Ganti sebagai ulama dan penyemai bibit Muhammadiyah di Padang Pariaman.
Lihat pula: Masjid Taqwa Muhammadiyah, Tanpa Kubah dan Berarsitektur Ala Supermarket
Sementara itu, Kasini Yusuf, mubalig Muhammadiyah dan atas nama keluarga menyampaikan, prinsip sang ayah adalah tidak pernah merasa sakit hati dan dendam. "Selalu memaafkan orang lain," ujarnya.
Atas kiprahnya dalam perlawanan penjajahan, Umar Ganti mendapat pengakuan sebagai Perintis Kemerdekaan, dengan SK Menteri Sosial RI No. Pol. 456/64/PK pada tanggal 10 Maret 1964. [den]
Referensi
- Kasim Munafy (1985). Muhammadiyah yang Aku Kenal dikutip dari Perkembangan Organisasi Muhammadiyah di Minangkabau Provinsi Sumatera Barat 1925-2010. Padang: BPNB.
- Suara Muhammadiyah.











