Masjid Raya Maninjau, Berusia Dua Abad Peninggalan Syekh Abdussalam

Masjid Raya Maninjau didirikan pada tahun 1824 oleh Syekh Abdussalam, seorang ulama dan ahli Tarekat Naqsyabandiyah terkenal di Maninjau.

Masjid Raya Maninjau saat ini.

Suluah.com – Sebagai salah satu basis syiar Islam di Minangkabau, Maninjau memiliki banyak masjid bersejarah yang masih bertahan hingga sekarang. Di antaranya adalah Masjid Raya Maninjau yang lokasinya persis di tepian Danau Maninjau.

Ukuran Masjid Raya Maninjau cukup besar, yakni terdiri dari dua lantai. Usianya sudah memasuki dua abad karena didirikan pada tahun 1824. Masjid ini dapat kita temukan tak jauh setelah menuruni Kelok 44 dari arah Bukittinggi. Berikut kisahnya.

Berdiri Tahun 1824

Masjid Raya Maninjau didirikan pada tahun 1824 oleh Syekh Abdussalam, seorang ulama dan ahli Tarekat Naqsyabandiyah terkenal di Maninjau.

Masjid Raya Maninjau pada masa lampau.

Sesuai namanya, Masjid Raya Maninjau adalah masjid utama di Nagari Maninjau. Di Minangkabau, keberadaan nagari tak terlepas dari masjid. Begitu pula dengan Nagari Maninjau yang kini menjadi salah satu nagari di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.

Pada umumnya, setiap nagari memiliki masjid utama yang menjadi pusat kegiatan keagamaan oleh masyarakat. Bahkan, salah satu syarat berdirinya nagari adalah keberadaan masjid. Hal inilah yang membuat di setiap nagari dapat kita temukan masjid utama yang berusia tua.

Masjid Raya Maninjau adalah salah satu masjid tua yang masih bertahan hingga sekarang. Masjid ini didirikan pada tahun 1824 oleh Syekh Abdussalam, seorang ulama dan ahli Tarekat Naqsyabandiyah yang terkenal di Maninjau.

Di kompleks masjid ini, kita dapat menemukan makam Syekh Abdussalam bersama dua istrinya. Salah seorang keturunan Syekh Abdussalam yakni Kivlan Zein, seorang tokoh milter Indonesia. Nenek buyut Kivlan Zein yang bernama Siti Zubaidah adalah anak dari Syekh Abdussalam.

Mengenal Syekh Abdussalam

Masjid Raya Maninjau didirikan pada tahun 1824 oleh Syekh Abdussalam, seorang ulama dan ahli Tarekat Naqsyabandiyah terkenal di Maninjau.

Masjid Raya Maninjau pada tahun 2009.

Kivlan Zain dalam biografinya mencatat, Syekh Abdussalam awalnya adalah seorang panglima perang pada masa Perang Padri. Masyarakat setempat menghibahkan tanah untuk Syekh Abdussalam tinggal. Di tanah tersebut, ia mendirikan surau dan mengajar Tarekat Naqsyabandiyah.

Baca juga: Masjid Al-Ihsan Gasang dan Secuil Keindahan Danau Maninjau

Surau Syekh Abdussalam dikenal pula sebagai Surau Kajai karena Syekh Abdussalam kerap menyimpan getah karet atau disebut kajai dalam bahasa Minang yang ia olah.

Menjelang akhir abad ke-19, Syekh Abdussalam membentuk pengajian yang tercatat memiliki banyak pengikut. Ia meninggal sekitar tahun 1905. Salah seorang muridnya adalah Syekh Muhammad Salim Al-Khalidiy dari Bayur. (den)

Baca Juga

Aisyah Elliyanti adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di FK Unand
Aisyah Elliyanti, Spesialis Kedokteran Nuklir Pertama di Sumatera
Masjid Raya Ganting
Masjid Raya Ganting, Riwayat Karya Arsitektur Buah Keberagaman Kota Padang
Masjid Jamik Sungai Jariang terletak di Jorong Sungai Jariang, Nagari Koto Panjang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.
Masjid Jamik Sungai Jariang Berusia Seabad Berkubah Kuning Cemerlang
Tabuah masih dapat kita jumpai hingga sekarang, terutama di surau atau masjid tua di Sumatra Barat
Tabuah di Minangkabau, Dari Penanda Waktu Salat Hingga Perang
Buchari Tamam adalah seorang ulama, pengajar, dan aktivis dakwah Indonesia. Bersama Mohammad Natsir, ia ikut mendirikan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII).
Buchari Tamam, Aktivis DDII dan Rektor IAI Al-Ghurabaa
Surau Ilia Binaul Iman di Nagari Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.
Surau Ilia Binaul Iman Koto Gadang