Sumitro Djojohadikusumo dan Kiprahnya Sebagai Ekonom

Sumitro Djojohadikusumo adalah seorang ekonom terkemuka dan politikus Indonesia. Ia merupakan ayah dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Sumitro Djojohadikusumo. [Foto: Ist.]

Suluah.com – Sumitro Djojohadikusumo adalah seorang ekonom terkemuka dan politikus Indonesia. Ia merupakan ayah dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Dalam pemerintahan, ia pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1950–1951), Menteri Keuangan (1952–1953 dan 1955–1956), Menteri Perdagangan (1968–1973), dan Menteri Riset (1973–1978).

Kehidupan Awal

Sumitro Djojohadikusumo lahir 29 Mei 1917  di Kebumen, Jawa Tengah dari keluarga Jawa. Ia merupakan anak dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI).

Ia belajar ekonomi di Nederlandsche Economische Hogeschool di Rotterdam, Belanda. Selepas kuliah, ia tidak langsung kembali ke Indonesia karena kondisi perang saat itu dan bekerja di lembaga riset almamaternya.

Ia kembali ke Indonesia pada 1946 dan menjadi staf oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Saat itu, ia sempat bergabung dengan misi diplomatik Indonesia di Amerika Serikat untuk mencari dukungan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia.

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang turut ia ikuti, Sumitro bergabung dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Jabatan Era Orde Lama

Dalam pemerintahan, Sumitro Djojohadikusumo pertama kali menjadi Menteri Perdagangan dan Industri di Kabinet Natsir. Ia terbuka terhadap masuknya investasi asing di Indonesia. Sikapnya ini mendapat pertentangan dari kelompok nasionalis dan komunis.

Meski demikian, ia mencetuskan kebijakan ekonomi Program Benteng yang bertujuan membina pengusaha "pribumi" baru dengan kewenangan impor khusus dan kredit modal.

Selanjutnya, Sumitro menjabat sebagai Menteri Keuangan dua kali, yakni dalam Kabinet Wilopo (1952–1953) dan  dan Kabinet Burhanuddin Harahap (1955–1956).

Pada akhir 1950-an, ia bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Barat.

Keterlibatan Sumitro dalam PRRI membuat PSI, partai yang menaunginya, dibubarkan pada 1960. Sementara itu, ia harus mengasingkan diri dari satu negara ke negara lainnya bersama istri dan anak-anaknya dan baru kembali ke Indonesia pada era Orde Baru.

Jabatan Era Orde Baru

Setelah bergantinya rezim ke Orde Baru, Sumitro kembali ke Indonesia dan sekali lagi menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1950–1951).

Saat berselisih dengan Soeharto, Sumitro masih sempat ditugaskan kembali sebagai Menteri Riset (1973–1978) sebelum dicopot sama sekali dari jabatan pemerintah.

Ia terus berkiprah sebagai ekonom dengan mengkritik masalah ekonomi Indonesia jelang krisis keuangan Asia 1997.

Ia meninggal dunia di Rumah Sakit Dharma Nugraha, Jakarta pada 9 Maret 2001 dalam usia 84 tahun setelah cukup lama menderita penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah. [den]

Baca Juga

Aisyah Elliyanti adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di FK Unand
Aisyah Elliyanti, Spesialis Kedokteran Nuklir Pertama di Sumatera
Doris Flantika adalah pengusaha milenial sukses asal Padang yang menggeluti bisnis properti
Doris Flantika, Pengusaha Milenial Sukses Pendiri Dofla Land
Prof. Syukri Arief adalah ilmuwan kimia Indonesia yang sehari-hari mengajar di Universitas Andalas (Unand).
Syukri Arief, Guru Besar Kimia Universitas Andalas
Marah Adin berkarir sebagai penyuluh pertanian pada masa Hindia Belanda dan pensiun sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah (1948–1956)
Marah Adin, Pendiri Kota Solok
Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia di Sumatra Barat pada dekade 1920-an
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Keluar-Masuk Penjara
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat