Audrey Kahin, Menulis Sejarah Minangkabau

Audrey Kahin menyelesaikan program doktor bidang sejarah kawasan Asia Tenggara di Universitas Cornell, AS. Ia menekuni sejarah Sumatra Barat.

Audrey Kahin. [Foto: Istimewa]

Suluah.com – Ketika berbicara tentang sejarah dan masyarakat Minangkabau, Direktur Eksekutif dari American Institute For Indonesia Studies (AIFIS) Audrey Kahin tidak bisa menyembunyikan antusiasnya.

Wanita 79 tahun itu menyelesaikan program doktor di bidang sejarah kawasan Asia Tenggara di Universitas Cornell, New York, Amerika Serikat.

Ia mulai menekuni sejarah Sumatra Barat saat menulis disertasinya dengan fokus pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dari sana, Audrey tertarik terhadap pergerakan nasional yang terjadi di Sumtera Barat

Audrey sendiri mulai tertarik pada topik Indonesia karena suaminya, George McTurnan Kahin, dulu berada di Jawa selama revolusi nasional

Selanjutnya, Audrey menyadari banyaknya pemimpin revolusi nasional berasal dari Sumatera Barat seperti Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Mohammad Natsir.

“Hal ini terasa aneh, melihat tempat yang sangat kecil tetapi bisa menghasilkan banyak pemimpin dalam skala nasional," kata Audrey setelah memberikan kuliah umum dengan bahasan sejarah politik Natsir di Universitas Andalas.

"Ketika saya datang ke Sumatra Barat, saya terpikau dengan indahnya daerah tersebut. Saya berjumpa dengan masyarakat yang menarik," tambahnya.

Audrey memuji bahwa masyarakat Sumatra Barat memiliki reputasi intelektual, cerdas, dan bijaksana.

Pada era 1920-an, ia melihat pesantren Thawalib dan Diniyah Putri telah mengajarkan tentang politik sebagaimana mata pelajaran umum. Dua pesantren tersebut lebih modern dari yang ada di Jawa. Thawalib khusus bagi laki laki, sedangkan Pesantren khusus untuk perempuan.

Karya Audrey Kahin

Audrey sudah menulis beberapa buku. Disertasinya pada periode revolusi di Sumatra Barat dipublikasikan dalam judul Perjuangan Kemerdekaan: Sumatera Barat dalam Revolusi Nasional Indonesia 1945–1950.

Dengan beberapa sejarawan lainnya, ia menulis tentang dinamika regional revolusi Indonesia. Ia mengulas satu bab tentang Sumatra Barat serta mengedit dan menulis pengantar buku, sementara sejarawan lainnya fokus pada provinsi lainnya seperti Jakarta, Aceh, dan Makasar

Sepanjang bersama suaminya, ia menulis buku tentang keterlibatan Amerika dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia berjudul Subversion As Foreign Policy: The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia.

Mahakarya karyanya adalah Dari Pemberontakan Ke Integrasi Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926–1998.. Adapun buku terbarunya adalah biografi Mohammad Natsir, berjudul Islam, Nationalism and Democracy.

Adurey percaya adanya kombinasi Islam, nasionalisme, dan demokrasi. Natsir adalah seorang yang religius, nasionalis, dan demokrasi. "Natsir mempunyai prinsip tiga itu selama hidupnya," kata Audrey.

Sepanjang kariernya, Natsir dan keluarganya tinggal di rumah yang sederhana dan bersahaja di Jakarta Pusat, yang selalu terbuka kepada siapa saja yang ingin berbicara kepadanya. Banyak kisah menceritakan bagaimana orang-rang dari semua lapisan masyarakat yang menunggu di luar rumah atau duduk di beranda. Tidak ada yang berpaling.

Kertika berbicara mengenai Mohammad Hatta, Natsir, Agus Salim, dan Syahrir saat ini, Adurey menghubungkan ketidakmampuan orang Minang untuk menyumbangkan kemampuan maksimal mereka pada periode tragis setelah PRRI dan berlanjut dengan tekanan terhadap Sumatera Barat akibat pemberontakan yang gagal.

Meski menekuni studi Indoneia pada umunya dan studi Minang khususnya, Audrey menyesalkan kurangnya minat di kalangan orang Amerika saat ini terhadap Indonesia.

Baca juga: Majalah Yahudi Pernah Ada di Padang

"Buku-buku saya biasanya mendapatkan ulasan yang cukup bagus tetapi tidak terjual dengan baik. Buku-buku saya dan sebagian besar tentang Indonesa mendapat penerimaan di kalangan ilmiah, tetapi tidak di antara kalangan umum," katanya.

"Ketertarikan kepada Indonesia belum bagus di Amerika. Itulah kenapa kami mencoba bersama AIFIS, mendapatkan lebih banyak orang yang tertarik dan mengajak lebih banyak cendekiawan melakukan penelitian di Indonesia."

Diterjemahkan dari The Jakarta Post.

Baca Juga

Kisah Penuturan Seorang Bekas Perwira Bala Tentara Jepang yang Ditugaskan Membuat Lubang Perlindungan Jepang ditulis oleh Hirotada Honjyo pada 17 April 1997, beberapa tahun sebelum ia meninggal dunia pada 2001.
Cerita Saksi Hidup Soal Pembangunan Lubang Jepang di Bukittinggi
Keberadaan Baha'i di Sumbar belum begitu mendapat perhatian. Sumbar menjadi salah satu daerah dengan penganut Baha'i terbanyak di Indonesia.
Jejak Baha'i di Sumbar, Dulu Miliki Ribuan Penganut
Jepang membangun Lubang Jepang karena diduga ingin menjadikan Bukittinggi sebagai tempat tinggal Kaisar Jepang kelak. Bagaimana kisahnya?
Rencana Rahasia Jepang di Lubang Jepang Bukittinggi
MUI Sumbar menjadi pionir lahirnya MUI pusat. Sumbar sudah memiliki majelis ulama yang independen pada 1968, sementara MUI lahir pada 1975.
Sejarah MUI Sumbar, Pionir Lahirnya MUI Pusat
Ajaran Ahmadiyyah di Indonesia disebarkan oleh tiga pelajar dari Ranah Minang. Mereka yakni Abubakar Ayyub, Ahmad Nuruddin, dan Zaini Dahlan.
Ahmadiyah di Indonesia Dibawa oleh Tiga Pelajar Minang
Organisasi perempuan di Sumatra Barat tumbuh bak cendawan pada masa awal kemerdekaan Indonesia dan umumnya berafiliasi pada partai politik.
Perseteruan dan Kekompakan Organisasi Perempuan Sumbar Awal Kemerdekaan