Suluah.com – Idrus Hakimy Dt. Rajo Pangulu adalah seorang ulama dan ahli adat Minangkabau. Ia menulis kumpulan buku tentang berbagai aspek adat Minangkabau yang menjadi referensi hingga sekarang.
Di kampungnya, Nagari Supayang, ia merupakan pemangku adat dan pernah menjadi wali nagari (1958–1960). Ia juga aktif di bidang politik dengan menjadi anggota DPRD Sumatra Barat (1971-1977 dan 1982–1987).
Kehidupan Awal
Idrus Hakimy lahir di Nagari Supayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat pada 29 Juni 1931 dari pasangan H. Abdul Hakim dan Rauyah. Ia belajar mengaji di surau dan menamatkan sekolah dasar di Svervolok di Sumanik (1937-1942). Setelah itu, sekolahnya berpindah-pindah karena pendudukan Jepang dan perang pasca-kemerdekaan.
Sebelum tamat dari MTI Canduang pada 1952, ia sempat di MTI Simabur pimpinan Syekh Muhammad Zein dan sekolah menengah Islam pimpinan Umar Bakri. Selama di Canduang, ia tak hanya mendalami seluk-beluk agama, melainkan juga mempelajari adat kepada Syekh Sulaiman Ar-Rasuli.
Tamat MTI Canduang, ia mencoba melamar pekerjaan ke beberapa instansi, tapi tidak satu pun yang menerimanya. Tak dinyana, hobinya sedari kecil bermain bola kaki menjadi sebab pekerjaan datang kepadanya.
Suatu hari pada 1956 di Bukittinggi, klub tempat ia biasa bermain menenangkan pertandingan. Seorang petinggi polisi yang menyaksikan pertandingan tersebut mengajaknya bergabung ke klub sepak bola polisi. Singkat waktu, karena ia memiliki keahlian di bidang pembukuan dan administrasi, ia mendapat pekerjaan di bagian koperasi kantor polisi Sumatra Tengah di Bukittinggi.
Namun, bandul berayun begitu cepat. Situasi Bukittinggi yang bergolak akibat Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1958 memaksa ia kembali ke Supayang. Selama dua tahun berada di kampung, Idrus Hakimy mengabdikan diri sebagai wali nagari, yang sebelumnya juga pernah dijabat kakaknya, Zaini Dahlan.
Kajian Adat Idrus Hakimy
Pemangku adat dari suku Salo Caniago ini hijrah ke Padang pada 1960. Ia ikut membidani lahirnya Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) yang berdiri pada 1966.
Di lembaga tersebut, ia menjabat Ketua Pembina Adat dan Syarak. Dalam kapasitasnya itu, ia rutin memberikan pembinaan adat dan agama baik di kalangan niniak mamak, ABRI, pegawai negeri, hingga mahasiswa perguruan tinggi.
Jebolan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang ini dikenal karena kajiannya mengenai adat yang diintegrasikan dengan nash Al Qur’an dan hadis.
Idrus Hakimy menjadi penceramah masalah adat Minangkabau yang andal, hingga membuatnya diundang ke Negeri Sembilan, Malaysia oleh Yang di-Pertuan Besar Tuanku Ja’afar. Ia juga mengisi program rutin mengenai adat di RRI Padang, menjadi dosen luar biasa di beberapa perguruan tinggi, serta menulis di rubrik Harian Haluan.
Karya dan Keluarga
Idrus Hakimy meninggalkan warisan berharga berupa kumpulan buku tentang adat Minangkabau. Kegiatan menulis itu sudah ia mulai sejak menjadi wali nagari pada 1958.
Di antara buku yang ia rampungkan yakni Peranan Bundo Kanduang di Minangkabau (1972), Pegangan Bundo Kanduang di Minangkabau (1978). Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau (1978), dan 1000 Pepatah-Petitih, Mamang, Bidal, Pantun, Gurindam (1978).
Baca juga: Perjuangan Datuk Simarajo, Ahli Adat Minangkabau Untuk Kemerdekaan
Selanjutnya, Pidato Alua Pasambahan Adat Minangkabau (1978). Pegangan Penghulu di Minangkabau (1982), Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau (1984), Pokok-pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau (1984), dan Nilai-nilai dan Norma Pancasila dalam Adat Minangkabau Bersendi Syarak (1985).
Idrus membina rumah tangga dengan dua orang istri, yakni Darisa (menikah 1947) dan Nursiah (menikah 1960), keduanya berasal dari Supayang. Dari mereka, Idrus memiliki 12 orang anak, semuanya bersekolah sampai ke perguruan tinggi dan selesai menjadi sarjana. Ia meninggal dunia dalam usia 70 tahun di Padang pada 16 April 2001 dan jenazahnya dimakamkan di Supayang. [den]