Suluah.com – Organisasi perempuan di Sumatra Barat (Sumbar) tumbuh bak cendawan pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini umumnya berafiliasi pada partai politik walaupun mereka tidak secara terang menyatakan afiliasinya.
Wanita Sedar, Nasyatul Aisiyah, Pelajar Puteri Islam Indonesia, Perwari, Lembaga Wanita, PPI, Persit, Rukun Tetangga Wanita, Perpindo Puteri, Wanita Tionghoa, Wanita India, dan PGRI Wanita adalah nama-nama organisasi perempuan di Sumbar.
Berseteru Soal Rasuna Said
Sebagian besar dari organisasi organisasi perempuan di Sumbar berafiliasi kepada partai-partai Islam, seperti Masyumi dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Afiliasi pada partai politik membuat mereka sempat terlibat perseteruan. Hal itu terjadi ketika Rasuna Said pada tahun 1951 mengusulkan untuk membubarkan Kementerian Agama.
Partai politik Islam memiliki pengaruh dalam kehidupan perempuan Sumbar. Pengaruh itu tampak pada sikap organisasi terhadap dalam persoalan-persoalan politik.
Pada kasus Rasuna Said, ia mendapat penolakan dari organisasi perempuan pro-Masyumi dan sebaliknya, ia mendapat dukungan dari organisasi perempuan pro-Perti. Perseteruan tampaknya merupakan imbas dari persaingan dua partai induk mereka.
Organisasi perempuan pro-Masyumi menyatakan tidak mengakui keberadaan Rasuna Said di parlemen karena pendapatnya tidak mewakili pendapat perempuan Sumbar.
Sebaliknya, Perti melalui organisasi perempuannya tetap mendukung keberadaan Rasuna Said di parlemen. Sebab, kehadirannya di sana masih dibutuhkan untuk memperjuangkan Islam dan kaum perempuan.
Kekompakan Organisasi Perempuan
Walaupun demikian, bila masing-masing organisasi perempuan Sumbar ini menghadapi masalah yang sama di daerahnya, maka perseteruan itu seakan-akan hilang tidak berbekas.
Hal ini antara lain terlihat dari tanggapan yang mereka berikan ketika berdirinya Yayasan Bumi Mulya, sebuah yayasan yang bertujuan menyantuni anak-anak telantar (yatim piatu).
Ketika yayasan itu terbentuk, hampir semua organisasi perempuan yang ada di Sumbar memberikan dukungannya, termasuk yang pro Masyumi atau Perti.
Kekompakan di antara semua organisasi perempuan itu kembali terlihat ketika mereka mengadakan berbagai acara untuk meningkatkan pengetahuan kaum perempuan, pemberdayaan kaum perempuan, dan pembelaan terhadap hak-hak kaum perempuan.
Mereka sama-sama menggiatkan pembangunan lembaga pendidikan untuk untuk anak-anak perempuan. Mereka juga mengadakan kursus keterampilan untuk kaum perempuan serta advokasi terhadap beberapa perempuan korban pelecehan lelaki. Selain itu, mereka juga menerbitkan berbagai tulisan dalam rangka memperluas cakrawala pengetahuan kaum perempuan.
Tidak itu saja kekompakan di antara mereka juga terlihat dari kerja sama yang mereka lakukan dalam mengumpulkan dana untuk disumbangkan kepada korban pergolakan di Maluku (dalam peristiwa RMS).
Sikap Saat Pergolakan Daerah
Ketika ada suara tidak puas dari Riau dan Jambi terhadap dominasi orang Sumbar di Sumatra Tengah (Sumteng), kesatuan suara dari kaum perempuan dalam banyak hal turut menurunkan spanning warga Riau dan Jambi.
Kunjungan muhibbah serta pertunjukan sandiwara yang dilakukan beberapa anggota organisasi perempuan ke daerah-daerah yang tidak puas itu cukup efektif meredakan niat mereka untuk keluar dari Sumteng.
Baca juga: Peneliti Australia Kaji Sunting Melayu, Soroti Kegelisahan Perempuan
Pertentangan pandangan dan sikap politik antara organisasi perempuan yang pro Masyumi atau Perti itu akhirnya sedikit mereda bahkan dapat hilang sama sekali pada tahun 1957.
Saat itu, Dewan Banteng pimpinan Ahmad Husein mengambil alih kekuasaan di Sumteng. Peristiwa itu selanjutnya berujung pada deklarasi Pemerintahan Republik Revolusioner Indonesia (PRRI). [den]