Zubaidah Djohar dan Kerja Kemanusiaannya Bagi Korban Konflik

Zubaidah Djohar adalah seorang penyair dan aktivis kemanusiaan Indonesia

Zubaidah Djohar. [Foto: Ist.]

Suluah.com – Zubaidah Djohar adalah seorang penyair dan aktivis kemanusiaan Indonesia. Ia menulis puisi yang menyuarakan persoalan kekerasan di Aceh serta terlibat dalam kerja-kerja pemulihan penyintas konflik.

Karena banyak mengangkat isu tentang Aceh, orang lebih mengenalnya sebagai perempuan Aceh ketimbang Minang.

Kehidupan Awal

Zubaidah Djohar lahir pada 3 Februari 1974 di Bukittinggi, Sumatra Barat sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Nurjannah dan Djohar Maknun. Ayahnya bersuku Sikumbang, dan ibunya bersuku Koto. Ia menempuh pendidikan di madrasah mulai dari jenjang ibtidaiyah hingga aliyah.

Tamat dari MAN Koto Baru Padang Panjang pada 1992, ia masuk ke Fakultas Tarbiyah IAIN (kini UIN) Imam Bonjol Padang. Berikutnya, ia menempuh studi magister di Universitas Indonesia dengan konsentrasi kajian wanita.

Zubaidah Djohar dan Kerja Kemanusiaan

Ibed, demikian sapaan akrabnya, membina rumah tangga dengan pria Aceh bernama Fajran Zain pada 2001. Setelah menikah, ia menetap di Aceh dan mulai bergelut di bidang kemanusiaan.

Ia mendedikasikan waktunya membantu perempuan korban konflik sembari menyuarakan keadilan untuk perempuan. Ia aktif mengadakan workshop dan program pemberdayaan bagi penyintas konflik.

Sejak 2015, Zubaidah Djohar hijrah ke Jakarta sebagai konsultan di LSM dan perusahaan. Ia juga menjadi peneliti lintas sektoral: kesetaraan gender, inklusi sosial, pembangunan perdamaian, antikorupsi, dan kelestarian lingkungan.

Menyuarakan Trauma Korban Konflik

Sebagai penyair, Zubaidah Djohar banyak menulis puisi bertema kemanusiaan. Secara khususnya, puisinya menyuarakan pengalaman traumatik perempuan korban konflik Aceh dan perjuangan mereka untuk bisa survive.

Antologi puisinya berjudul Pulang Melawan Lupa (2012) diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada 2014 dengan judul Building a Boat in Paradise. Pada 2017, ia diundang ke ajang Europalia Arts Festival di Belgia untuk membincangkan karyanya.

Berikutnya, ia menulis Bisu yang Bersuara (2020) dan Dalam Keriput yang Tak Usang (2019) yang berupaya mengungkap dampak konflik terhadap perempuan di Aceh.

Kehidupan Pribadi

Zubaidah Djohar yang pernah berkunjung ke Finlandia, Amerika Serikat, Australia, dan Malaysia ini memiliki dua anak laki-laki dari pernikahannya dengan Fajran Zain sebelum bercerai pada 2015.

Mereka yakni Fayyaz Mullana Zain dan Fata Mallika Zain. Aktivismenya masih berlanjut hingga kini dengan fokus mengampanyekan kedaulatan tubuh dan kelestarian lingkungan melalui pendekatan fesyen berkelanjutan. [den]

Baca Juga

Aisyah Elliyanti adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di FK Unand
Aisyah Elliyanti, Spesialis Kedokteran Nuklir Pertama di Sumatera
Prof. Syukri Arief adalah ilmuwan kimia Indonesia yang sehari-hari mengajar di Universitas Andalas (Unand).
Syukri Arief, Guru Besar Kimia Universitas Andalas
Marah Adin berkarir sebagai penyuluh pertanian pada masa Hindia Belanda dan pensiun sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah (1948–1956)
Marah Adin, Pendiri Kota Solok
Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia di Sumatra Barat pada dekade 1920-an
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Keluar-Masuk Penjara
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Asvi Warman Adam adalah sejarawan kontemporer Indonesia yang menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1983.
Asvi Warman Adam, Menguak Kabut Sejarah