Aisyah Aminy: Politikus dan Aktivis Perempuan

Aisyah Aminy adalah aktivis perempuan dan politikus yang pernah duduk di DPR RI/MPR RI. Ia adalah anggota terlama di parlemen pada masanya.

Aisyah Aminy adalah aktivis perempuan dan politikus yang pernah duduk di DPR RI/MPR RI. Ia adalah anggota terlama di parlemen pada masanya.

Suluah.com – Aisyah Aminy adalah seorang politikus dan aktivis perempuan Indonesia. Ia merupakan anggota DPR RI/MPR RI sejak tahun 1977 hingga tahun 2004 mewakili Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ia merupakan salah seorang politikus Indonesia yang paling lama duduk di kursi parlemen. Bagaimana kisahnya?

Kehidupan Awal

Aisyah Aminy lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat (Sumbar) pada tanggal 1 Desember 1931. Ia adalah putri Muhammad Yamin, seorang pedagang di Padang Panjang. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara.

Sewaktu belia, ia telah ikut berjuang sebagai anggota Palang Merah Indonesia (PMI). Ketika Agresi Militer Belanda II pada 1948, ia ikut mengungsi ke kampungnya di Magek, front Tilatang Kamang.

Saat itu, ia melakukan tugas-tugas berbahaya sebagai mata-mata Republik. Jabatannya adalah Ketua Badan Penolong Kecelakaan Korban Perang dan sebagai pengurus PMI.

Setelah tamat Diniyah School Padang Panjang pada 1949, ia melanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta (1957). Sebelumnya, ia mengambil ujian persamaan SMA (1950).

Aktivisme

Pada tahun 1951, ia berhasil masuk ke Fakultas Hukum UII. Pada tahun 1952, Aisyah masuk organisasi Pemuda Islam Indonesia (PII), dan segera menjadi popular di kalangan para mahasiswa.

Dalam waktu singkat, Aisyah terpilih menjabat Ketua Bidang Keputrian di dalam Pengurus Besar PII. Ia sering tampil berbicara dalam seminar dan berbagai forum dialog terbuka. Selain itu, ia aktif menulis di media kampus.

Pada tahun 1953, ia terpilih sebagai Ketua Bidang Sosial Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Yogyakarta. Ternyata kegiatan organisasi tidak membuat kuliahnya terganggu.

la menamatkan kuliahnya pada Fakultas Hukum UII Yogyakarta (1957). Aisyah tidak langsung meninggalkan Yogyakarta, tetapi masih tetap melaksanakan tugasnya sebagai guru SMA di Yogyakarta.

Setelah lulus serjana, ia menjadi dosen di Universitas Cokrominoto selama tiga tahun. Baru pada tahun 1961, setelah berumah tangga, Aisyah pindah ke Jakarta mengikuti suaminya (Drs. Desril Kamal) dan bergabung dengan Mohammad Roem dan Nani Razak, serta membuka kantor pengacara dan penasehat hukum.

Meskipun sibuk sebagai pengacara, hobi berorganisasinya tetap jalan. Di antaranya, ia aktif sebagai Pengurus Pusat Gerakan Pelajar Islam Indonesia (GPII), anggota pengurus besar Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI), Ketua Koordinator Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan pengurus pusat Partai Muslim Indonesia (PARMUSI).

Politik

Debutnya di panggung politik baru bermula pada tahun 1971, ketika pemerintah mengeluarkan undang-undang tentang penciutan partai-partai. Seluruh partai yang bernaung di bawah bendera Islam (Parmusi, NU, Perti, PSII) difusikan menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Bermula sebagi anggota biasa, Aisyah Aminy lalu duduk di dewan pimpinan pusat PPP dan terpilih menjadi anggota DPR/MPR.

Aisyah Aminy merupakan wanita pertama yang pernah menduduki jabatan Ketua Komisi I di DPR-RI yang membidangi masalah Pertahanan, Keamanan, Luar Negeri dan Penerangan.

Walaupun ia sudah menduduki jabatan ketua di PPP sejak 1985, tapi namanya baru mencuat di dunia politik pada tahun 1989. Pada waktu itu, ia tampil sebagai ujung tombak menantang kubu J. Naro. Ia membentuk panitia kembar sebagai tandingan panitia yang dibentuk Naro dan kawan-kawan.

Selain aktif di dunia aktivis dan politik, Aisyah Amany pernah menjadi penasihat hukum, Komisaris DPP Persatuan Sarjana Hukum Islam (Persahi), Anggota Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (HAM), Anggota Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI), Penasehat Pengurus Pusat Wanita Islam (WI); dan Penasehat Ahli pada BP-4 Pusat.

Pandangan Aisyah Aminy

Aisyah Amini oleh para sejawatnya digelari "Singa Betina" karena tidak pernah takut untuk berbeda pendapat. Pemikirannya tentang emansipasi wanita disampaikannya ketika membahas makalah Aminuddin Rasyad tentang “Peran Serta Perguruan Diniyyah Puteri Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Kaitannya dengan Pembangunan Berlanjut”.

Menurutnya, bila Barat membicarakan emansipasi pada abad terakhir, maka Nabi Muhammad SAW telah mencanangkannya lebih dari 14 abad yang lalu.

Banyak faktor atau motivasi yang menyebabkan wanita terdorong untuk memasuki dunia kerja. Pertama, Pembangunan Nasional ikut mendorong wanita untuk berpartisipasi sekaligus memasuki lapangan kerja. Kedua, didorong oleh kebutuhan ekonomi keluarga.

Ketiga, wanita ingin mengabdikan ilmu yang mereka punya. Keempat, dapat menambah harga diri. Kelima, meningkatkan dan menambah kesejahteraan keluarga.

Baca juga: Perseteruan dan Kekompakan Organisasi Perempuan Sumatra Barat Awal Kemerdekaan

Dalam masalah pendidikan, ia berpendapat bahwa istilah peserta didik yang terdapat dalam RUU Pendidikan tidak cukup menularkan sikap dan keinginan serta cita-cita ingin menjadi orang pintar dan berilmu. Mereka harus memiliki keinginan untuk menjadi “faktor” dalam masyarakat, tidak cukup hanya sekedar menjadi “fakta” saja.

Upaya ini perlu dituangkan dalam program pendidikan secara menyeluruh, baik melalui jalur formal maupun melalui jalur non-formal. Demikian pula sistem pengasramaan peserta didik akan dapat menunjang terwujudnya program pendidikan yang menyeluruh dan terpadu.

Baca Juga

Aisyah Elliyanti adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di FK Unand
Aisyah Elliyanti, Spesialis Kedokteran Nuklir Pertama di Sumatera
Prof. Syukri Arief adalah ilmuwan kimia Indonesia yang sehari-hari mengajar di Universitas Andalas (Unand).
Syukri Arief, Guru Besar Kimia Universitas Andalas
Marah Adin berkarir sebagai penyuluh pertanian pada masa Hindia Belanda dan pensiun sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah (1948–1956)
Marah Adin, Pendiri Kota Solok
Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia di Sumatra Barat pada dekade 1920-an
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Keluar-Masuk Penjara
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Asvi Warman Adam adalah sejarawan kontemporer Indonesia yang menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1983.
Asvi Warman Adam, Menguak Kabut Sejarah