Elidawati Ali Oemar, Pengusaha Fashion Hijab Pendiri Elzatta

Elidawati Ali Oemar adalah seorang pengusaha fashion hijab asal Indonesia. Ia merupakan pendiri Elzatta pada tahun 2011, label busana Muslim yang kini memiliki lebih dari 200 gerai di seluruh Indonesia dengan sistem kerja sama kemitraan.

Elidawati Ali Oemar. [Foto: Ist]

Suluah.com – Elidawati Ali Oemar adalah seorang pengusaha fashion hijab asal Indonesia. Ia merupakan pendiri Elzatta pada tahun 2011, label busana Muslim yang kini memiliki lebih dari 200 gerai di seluruh Indonesia dengan sistem kerja sama kemitraan.

Elidawati memulai kariernya di industri fashion sejak awal 1990-an. Saat itu, ia menjabat sebagai sales manajer di sebuah perusahaan ritel busana Muslim. Berikut profilnya.

Kehidupan Awal

Elidawati Ali Oemar lahir di Kediri, pada 6 Juni 1964, dari ayah dan ibu asli Minangkabau. Ayahnya seorang guru agama di Padang, Sumatera Barat, yang dikirim pemerintah untuk mengajar di Kediri.

Menjelang terjadinya Gerakan 30 September, sang ayah sempat menjadi target Partai Komunis Indonesia (PKI). Merasa keamanan diri dan keluarganya terganggu, ia memboyong keluarganya untuk menetap kembali di kampung halaman, Ranah Minang.

Beberapa tahun setelah kepulangan tersebut, Elidawati kecil mengalami peristiwa duka. Ibunda tercinta wafat meninggalkannya. Ia kemudian tinggal bersama neneknya yang memiliki usaha lapau (kedai).

Pengalaman hidup bersama sang nenek, yang bekerja keras membiayai kesepuluh anaknya dengan berjualan, mengajarkan Elidawati kesungguhan dan totalitas dalam menjalankan usaha. Dari sinilah jiwa wirausahanya terbentuk.

Setamat sekolah dasar, Elidawati mengikuti bibinya untuk tinggal bersama di Bandung. Di kota ini, ia menuntut ilmu dari jenjang SMP hingga perguruan tinggi. Di sela kegiatan belajar, ia aktif mengasah keterampilan dalam berorganisasi.

Saat duduk di kelas 2 SMP, Elidawati sudah menjadi Ketua Pengurus Dewan Keputrian Keluarga Remaja Islam Salman (Karisma). Kegiatan berorganisasinya di Karisma semakin intens manakala ia menjadi mahasiswi Pendidikan Sejarah, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Karier

Selepas lulus di tahun 1988, Elidawati Ali Oemar sempat menjadi asisten dosen. Namun, pada tahun 1989, ia memutuskan untuk terjun ke dunia fashion hijab setelah Feny Mustafa, temannya di Karisma, memintanya mengembangkan label fashion hijab yang sedang ia rintis.

Jalan dunia fashion hijab pada saat itu cukup menantang. Meski sudah diperbolehkan pemerintah, hijab masih dipandang sebelah mata. Hanya segelintir perempuan yang mengenakannya.

Elidawati mengaku tidak mudah memasarkan fashion hijab di masa tersebut. Kendati demikian, ia bertekad untuk membuka mata masyarakat akan hijab dan memudahkan mereka yang berhijab mendapatkan busana yang sesuai.

Atas dasar itu, Elidawati mengikuti permintaan temannya untuk membuka toko busana muslim di Jakarta. Mengontrak sebuah rumah sebagai toko sekaligus tempat tinggal, ia memulai ikhtiarnya di ibu kota.

Naik-turun bus kota, bemo hingga bajaj, ia lakukan untuk membawa busana hijab ke berbagai pengajian maupun bazar. Ia senantiasa menyiapkan diri melayani pembeli, meski jam buka toko belum dimulai.

Seiring waktu, usaha yang ia rintis mulai menunjukkan hasil. Produknya diterima di Mal Sarinah, Thamrin. Ulama sekaliber K.H. Ali Yafie, Ketua Majelis Ulama Indonesia periode 1990–2000, bahkan membelinya untuk dipakai sang istri dalam acara kenegaraan.

Momen penting lain yang membuat produknya semakin terangkat adalah ketika Poppy Dharsono di tahun 1995 membuat Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia. Sejak saat itu, setiap tahun Elidawati bersama brand yang ia kembang, menggelar fashion show.

Mendirikan Elzatta

Setelah 22 tahun membangun brand hijab bersama temannya—dimulai dari posisi sales manager hingga direktur utama—perusahaan melakukan regenerasi yang mengakhiri masa kerja Elidawati di tahun 2011.

Dorongan untuk membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat membuat ia memilih untuk merintis usaha sendiri dengan mendirikan brand fashion hijab Elzatta.

Mulanya, nama brand ia usung adalah Zatta, terinspirasi dari nama anaknya. Namun setelah mendapat gugatan dari ZARA, brand lini pakaian dari Spanyol, Elidawati memutuskan untuk menambahkan nama panggilannya “El” sehingga menjadi Elzatta.

Keputusan ini bertujuan agar nama Zatta tetap bisa dipakai. Sementara itu, ikhtiar hukum memperjuangkan hak merek Zatta tetap dilakukan dengan menunjuk Farida Mardiati, S.H. dari kantor Warents International Patent. Dua tahun kemudian, hak terhadap merek Zatta mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan intelektual (HKI).

Di awal kehadiran Elzatta, Elidawati melihat belum banyak brand yang kuat di penutup kepala. Padahal banyak perempuan yang senang mengoleksi kerudung. Merasa adanya peluang di ceruk ini, ia memfokuskan Elzatta untuk menjual hijab dan aksesorinya sebagai produk utama.

Dalam mengembangkan Elzatta, Elidawati memilih untuk bersinerji dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Di antaranya dengan membangun sistem kemitraan toko jaringan dan mensponsori berbagai acara.

Elzatta memulai kolaborasi promosi dengan mensponsori sinetron religi Tukang Bubur Naik Haji (TBNH). Promosi ini melambungkan nama Elzatta. Melalui tokoh Rumana yang diperankan Citra Kirana, Elzatta menjadi ikon baru di dunia fashion hijab.

Pada waktu yang sama, tumbuh kesadaran untuk berhijab yang demikian tinggi. Bukan saja di Indonesia tapi juga di dunia. Fenomena ini memunculkan hijabers community yang membuat brand-brand fashion hijab baru mendapat penerimaan luas.

Elzatta salah satunya, dalam kurun waktu dua tahun, Elzatta sudah merambah hampir ke seluruh Indonesia. Tokonya telah bertumbuh dari 5 menjadi 63 buah (23 toko resmi dan 40 toko jaringan).

Toko-toko ini berada di mal-mal besar, seperti Mal FX Jakarta, hampir di seluruh pusat perbelanjaan ITC di daerah, serta ruko di banyak jalan protokol di kota-kota besar.

Perkembangan Elzatta

Perkembangan Elzatta juga menghadirkan peluang untuk memenuhi kebutuhan hijab dalam segmen produk dan usia yang lebih luas. Melengkapi produk Elzatta, Elidawati pun melahirkan sister brand Elzatta, DAUKY di tahun 2013.

DAUKY hadir untuk mengakomodir kebutuhan fashion remaja dan wanita berjiwa muda dengan preferensi busana gaya penuh warna dan konsep padu padan.

Setahun kemudian, 2014, ia mengeluarkan koleksi busana pria berkonsep casual-simple melalui brand Zatta Men untuk melengkapi produk fashion hijab yang ada di Elzatta maupun DAUKY.

Membersamai perjalanan ketiga brand-nya tersebut, Elidawati menemukan banyak kebutuhan gaya hidup Muslim lainnya yang perlu dipenuhi. Hal ini mendorongnya untuk meluaskan unit bisnis halal pada makanan, busana olahraga, perawatan tubuh, dan travel.

Tahun 2016, Elidawati melahirkan brand El n’ Bread, dan Two Element Café di tahun 2017, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim akan makanan halal. El n' Bread menyediakan varian roti halal yang diproduksi mengikuti standar kehalalan MUI.

Sementara Two Element Cafe merupakan kafe destinasi keluarga yang menyajikan berbagai menu berat maupun ringan. Mengikuti penamaan El n' Bread yang menggunakan El, kini Two Element Cafe berganti nama menjadi Elcafe.

Di tahun yang sama, Elidawati juga berkolaborasi dengan pengusaha muda Adidharma Sudradjat Kartanegara, founder brand Noore yang merupakan peraih penghargaan Wirausaha Muda Kreatif Terbaik Nasional 2014 dari Presiden Jokowi.

Elzatta di Kancah Internasional

Kolaborasi ini mengakomodir kebutuhan hijab olahraga melalui koleksi busana olahraga sopan dalam desain modern. Koleksi Noore merupakan official sport hijab Tim Nasional Indonesia di Asian Games 2018 untuk cabang olahraga taekwondo, pencak silat, skateboard, bola tangan dan panjat tebing.

Koleksi ini turut mewakili Indonesia dalam ajang pameran busana olahraga terbesar di dunia ISPO Munich 2019, Jerman sebagai peserta pertama asal Indonesia, dan event South by South West (SXSW) 2019 di Texas, Amerika Serikat.

Masih di tahun 2017, Elidawati bersinergi dengan Hana Ghaida Zahra, pendiri Le Farra untuk memenuhi kebutuhan perawatan tubuh (body care) yang halal.

Le Farra adalah produk sabun lembut berbahan alami tanpa pengawet (paraben) dan deterjen (SLS). Bahan utama pembuatannya adalah susu kambing hasil peternakan lokal.

Setahun berikutnya, 2018, ia mengembangkan brand Mi’raj yang hadir sejak tahun 2013, untuk mengakomodir perjalanan ibadah haji-umrah maupun wisata halal ke mancanegara.

Kini delapan brand telah bernaung dalam grup perusahaan Elcorps yang ia pimpin, dengan jumlah toko sebanyak 200. Toko itu tersebar di 100 kota di Indonesia dengan total karyawan mencapai 1.100 orang dari semula hanya 17 orang.

Untuk memperkuat kiprah Elcorps dalam memenuhi kebutuhan gaya hidup halal di masyarakat, pada tahun 2019, Elidawati mendirikan Kawasan Bisnis Terpadu Muslim Lifestyle, Elcorps Building.

Kawasan bisnis ini melingkupi keseluruhan proses manajemen dan supply chain dari delapan brand Elcorps sehingga terintegrasi satu sama lainnya.

Kehidupan Pribadi

Ketika hendak merintis Elzatta di tahun 2012, Elidawati Ali Oemar terlebih dulu meminta izin keluarganya. Saat itu ia mengatakan, ia bisa saja tidak lagi bekerja, tetapi ia ingin berbagi ilmu.

Keluarganya memahami keinginan Elidawati dan mendukungnya secara penuh, termasuk Mulyadi Iskandar, sang suami. Suaminya adalah sosok yang sering mengkritisi ide-ide Elidawati dan membantunya dalam mengembangkan ide. Selain itu, banyak hal dalam pengelolaan bisnis yang ia putuskan bersama sang suami.

Di tengah kesibukannya, Elidawati berusaha untuk menempatkan suami dan ketiga putrinya sebagai prioritas utama.

Sejak tahun 2018, Elidawati dibantu anak keduanya, Tika Mulya. Tika resmi bergabung di Elzatta di usianya yang ke-22 tahun. Kini ini ia menjabat sebagai Vice President Elzatta.

Elidawati Ali Oemar dikenal sebagai pebisnis sekaligus filantropis. Ia menjadikan bisnisnya sebagai jalan kebaikan dengan menerapkan filosofi berbagi. Berbagi yang bukan semata sampingan, tapi aktivitas yang terus berjalan, baik dalam keadaan lapang maupun omzet turun.

Elidawati meyakini bahwa semakin banyak memberi, maka semakin berkah suatu rezeki.

Mendirikan Elfoundation

Hal ini mendorongnya mendirikan Yayasan El Indonesia Mulya atau Elfoundation pada 16 Agustus 2017. Elfoundation bermula dari tim Corporate Sosial Responsibility (CSR) dalam Elcorps yang mengelola dana CSR brand-brand di bawah naungan Elcorps sejak tahun 2012.

Seiring perkembangan Elcorps yang demikian cepat, muncul kebutuhan untuk memperbesar dan memperluas penerima manfaat. Elfoundation hadir untuk mengakomodir hal tersebut.

Elfoundation mewadahi program-program di bidang sosial, kemanusiaan dan keagamaan mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs), dengan sumber pendanaan berasal dari dana CSR.

Beberapa misi sosial dan kemanusiaan yang digawangi Elfoundation di antaranya, mendukung pembangunan infrastruktur Pondok Pesantren Subulussalam, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Pariaman, Sumatera Barat.

Ponpes ini berdiri sejak tahun 1991 dan salah satu pendirinya adalah orang tua Elidawati. Santri yang mondok berasal dari Jakarta, Bandung, Jambi, Pekanbaru dan Batam. Sekitar 30 persen santrinya tergolong kurang mampu.

Lalu wakaf masjid, musala, lembaga pendidikan maupun pengkajian Islam di Indonesia maupun dunia internasional. Sedari tahun 2012 hingga kini, lebih dari 200 masjid/musala/lembaga telah menerima manfaat.

Dalam hal ini Masjid Indonesian Islamic Center Brussel-Belgia, Mualaf Center di Amerika dan Pusat Islam Terpadu Pertama Indonesisch Cultureel Centrum Utrecth (ICCU), di antara yang pernah menerimanya.

Berikutnya adalah humanity and quick response berupa aksi tanggap bencana alam maupun musibah kemanusiaan yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri.

Kerja Sama dengan NGO

Bekerja sama dengan berbagai NGO, Elfoundation telah banyak membantu pengadaan makanan gratis, air bersih, dapur umum, shelter dan aksi pemulihan bencana dengan membangun sekolah, trauma healing, hingga melakukan kegiatan literasi di berbagai peristiwa kemanusiaan.

Termasuk dalam misi kemanusiaan, belum lama ini Elfoundation membantu masyarakat terdampak Covid-19 dengan berbagi masker, hand sanitizer, roti, sembako dan kerudung instant.

Selanjutnya, program amazing Ramadhan yang mewadahi kegiatan berbagi takjil, baju lebaran, mukena, hijab sembako dan bakti sosial di sepanjang bulan Ramadhan.

Lalu, program kurban setiap perayaan Idul Adha. Bekerja sama dengan berbagai NGO, Elfoundation berbagi hewan kurban ke pelosok Indonesia maupun negara-negara Muslim yang tengah mengalami konflik.

Baca juga: Aisyah Aminy: Politikus dan Aktivis Perempuan

Selanjutnya, program adventurebility bersama komunitas disabilitas. Salah satunya adalah ekspedisi pendakian Gunung Manglayang bersama 20 pendaki netra pada 2-3 Desember 2017.

Lalu program Elcorps menghapal Al-Quran. Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan karyawan Elcorps dalam membaca maupun menghapal Al-Quran di bawah bimbingan Daarul Quran Bandung.

Baca Juga

Aisyah Elliyanti adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di FK Unand
Aisyah Elliyanti, Spesialis Kedokteran Nuklir Pertama di Sumatera
Prof. Syukri Arief adalah ilmuwan kimia Indonesia yang sehari-hari mengajar di Universitas Andalas (Unand).
Syukri Arief, Guru Besar Kimia Universitas Andalas
Marah Adin berkarir sebagai penyuluh pertanian pada masa Hindia Belanda dan pensiun sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah (1948–1956)
Marah Adin, Pendiri Kota Solok
Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia di Sumatra Barat pada dekade 1920-an
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Keluar-Masuk Penjara
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Asvi Warman Adam adalah sejarawan kontemporer Indonesia yang menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1983.
Asvi Warman Adam, Menguak Kabut Sejarah