Perjalanan Akmal Nasery Basral, Novelis yang Tekun Menggarap Genre Sejarah

Akmal Nasery Basral adalah seorang pengarang fiksi Indonesia. Ia menulis lintas genre mulai dari fiksi ilmiah, sejarah, dan thriller. Ia telah menerbitkan 22 novel dan dua kumpulan cerpen.

Akmal Nasery Basral. [Foto: Ist.]

Suluah.com – Akmal Nasery Basral adalah seorang pengarang fiksi Indonesia. Ia menulis lintas genre mulai dari fiksi ilmiah, sejarah, dan thriller. Ia telah menerbitkan 22 novel dan dua kumpulan cerpen.

Novelnya berjudul Sang Pencerah (2010) yang berkisah tentang K.H. Ahmad Dahlan telah diadaptasi menjadi film layar lebar berjudul sama. Selain menulis fiksi, ia juga sesekali menulis kolom dan esei.

Kehidupan Awal

Akmal Nasery Basral merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Kedua orang tuanya berasal dari Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Ia menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja sampai lulus SMA di Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan.

Ayahnya, Basral Sutan Ma'ruf bin Umar Datuk Batungkek (1941–2005), asal Lubuk Basung, adalah seorang wiraswastawan. Adapun ibunya, Asmaniar binti Barakan Sutan Rajo Ameh (1941–2004), asal Magek, bekerja sebagai guru di Jakarta dan pernah pernah mengepalai SMP PGRI di Jakarta.

Akmal dan adiknya Betrina disekolahkan orang tua mereka di TK 'Aisyiyah dan SD Muhammadiyah VI Pagi, Tebet Timur. Saat duduk di kelas tiga, ia juga mendalami agama Islam di Madrasah Muhammadiyah. Setelah itu, Akmal melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 73 Jakarta yang lokasinya juga di Tebet Timur.

Lulus SMP, Akmal menjadi siswa SMA Negeri 8 Jakarta di Taman Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Sebagai siswa jurusan IPA, ia bercita-cita ingin melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). Namun, saat mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru), ia malah lulus di Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI.

Sempat Berkarier di Radio

Menjelang lulus kuliah, Akmal Nasery Basral menemani seorang kakak kelas yang ingin melamar kerja di radio Arif Rahman Hakim (kini bernama Global Radio) milik pengusaha Fahmi Idris. Ketika menunggu di lobi, Akmal tak sengaja mengisi formulir pendaftaran. Tak dinyana, alih-alih kakak kelasnya, justru Akmal yang dinyatakan lulus dan ditempatkan sebagai assistant program director.

Direktur Utama Radio ARH adalah Zainal Abidin Suryokusumo (1939-2007), aktivis mahasiswa 1966 dan tokoh radio yang memiliki nama julukan sohor Bung Daktur. Belakangan, Bung Daktur mendirikan Anggit Radio Nusantara (ARN), sindikasi radio nasional yang membuat aneka program siap putar bagi puluhan radio anggota di seantero tanah air.

Akmal ikut dalam gerbong karyawan yang meninggalkan ARH dan pindah ke ARN. Targetnya bukan untuk berkarier di dunia radio melainkan agar tetap punya pendapatan untuk membiayai kursus bahasa Jerman di Goethe-Institut Jakarta dan kursus bahasa Prancis di CCF (sekarang Institut Français Indonesia) Jakarta.

Wartawan Gatra (1994–1998)

Selepas kuliah, Akmal Nasery Basral berencana melamar kerja sebagai jurnalis Tempo. Namun, saat itu, Tempo sedang tak membuka lowongan jurnalis. Majalah berita mingguan itu justru membuka program pengembangan pemasaran bagi sarjana baru.

Setelah lolos seleksi, Akmal mendapat penempatan di Tempo sebagai account executive. Ia berencana jika Tempo membuka lowongan untuk reporter baru, maka ia akan mengikuti seleksi yang disyaratkan.

Baru tiga bulan bekerja, rezim Orde Baru membreidel Tempo. Presiden Soeharto berang membaca laporan utama korupsi impor 39 kapal perang bekas Jerman Timur yang menyinggung dugaan keterlibatan anak emasnya, B.J. Habibie dalam skandal tersebut. Bersama Tempo, majalah Editor dan tabloid Detik juga dibreidel.

Tak lapa setelah pembreidelan Tempo, sebagian wartawan dan karyawan berinisiatif mendirikan majalah baru bernama Gatra yang beredar mulai 19 November 1994. Akmal ikut bergabung sebagai reporter di majalah yang dinakhodai wartawan senior Herry Komar, mantan redaktur eksekutif Tempo tersebut..

Pada April 1995, saat terjadi lonjakan pengungsi dari Timor Timur (sekarang Timor Leste) ke Australi,a Akmal mendapat tugas melakukan investigasi di sana. Ia mengumpulkan informasi di Melbourne dan Sydney melalui jaringan klandestin dan simpatisan Fretilin di kedua kota yang sulit menerimanya karena citra Gatra sebagai majalah yang pro-Soeharto.

Untungnya, ia bertemu seorang mantan pejabat protokol Gubernur Timor Timur José Abílio Osório Soares di Melbourne yang membelot dan bersedia membawa Akmal ke pertemuan tertutup komunitas mereka, bahkan ke rumah pribadinya. Sementara itu, saat di Sydney, Akmal mendapat bantuan dari Max Lane, penerjemah karya-karya Pramoedya Ananta Toer, yang memperkenalkannya dengan beberapa orang Timor Timur.

Pada September 1997, Akmal bertugas meliput ke luar negeri, kali ini ke pemakaman Diana Spencer di London. Pengalaman ke London ini kelak menjadi elemen kisah dalam novelnya Dilarang Bercanda dengan Kenangan yang terbit pada 2018 dan 2020.

Gamma, @-ha, dan Musik (1999–2001)

Gatra pecah di pengujung 1998 akibat konflik internal. Seluruh direksi (Herry Komar, Mahtum Mastoem, Harjoko Trisnadi, Lukman Setiawan) dan separuh karyawan hengkang dan mendirikan majalah baru Gamma. Akmal bergabung dengan majalah ini.

Selain menjadi staf redaksi di desk Seni & Budaya dan desk International, Akmal Nasery Basral mendapat tugas tambahan sebagai pembuat sisipan (booklet) Virtual berisi topik-topik teknologi informasi. Dalam waktu singkat, perolehan iklan Virtual melebihi pendapatan iklan induknya Gamma.

Namun suasana kerja di Gamma yang tetap intrik membuat Akmal tak betah. Ia mencari mitra usaha yang berminat menerbitkan majalah tren digital yang berbeda dengan majalah-majalah komputer yang sudah beredar di pasaran.

Maka, berdirilah PT Koridor Sinergi Paramedia penerbit majalah @-ha. Akmal yang juga menjadi pemimpin redaksi mengambil inspirasi dari majalah Wired dan T3 dengan sejumlah penyesuaian untuk pembaca Indonesia. Dalam perjalanannya, perbedaan strategi dengan mitra usaha kian membesar dan tak terjembatani dalam kompromi membuat mereka pecah kongsi.

Di tengah gelombang eforia portal berita digital yang baru muncul, Akmal menerima ajakan Nandi D. Nadpodo (CEO Enterprise), promotor musik yang mendatangkan musisi dunia seperti Julio Iglesias, Roxette, dll, di Jakarta, untuk membuat situs berita Komunitasmusik.com. Bersama Abang Edwin SA (CTO), Akmal duduk sebagai CCO mengembangkan situs berita musik ini.

Namun, Komunitasmusik.com tak mampu menghadapi perang iklan sehingga perlahan-lahan menepi ke pinggir lapangan. Komunitasmusik.com mengibarkan bendera putih pada awal tahun kedua beroperasi.

MTV Trax (2002)

Pada awal 2002, Akmal Nasery Basral direkrut pemimpin redaksi pertama MTV Trax, majalah musik proyek kolaborasi MRA Media (anak perusahaan MRA Group} dengan kanal musik MTV dan bendera PT Media Tiara Victory. Pada jajaran dewan direksi terdapat Meuthia Kasim (direktur MRA Media) dan Yoris Sebastian (GM Hard Rock Cafe Jakarta).

Akmal merumuskan isi MTV Trax dari nama rubrik sampai deskripsi konten. Versi dummy majalah edisi perdana diperbaiki oleh Reda Gaudiamo, jurnalis senior yang menjadi konsultan media grup MRA.

Setelah konsep final disepakati, Akmal membentuk jajaran redaksi dengan merekrut tiga penulis baru yang masih fresh di dunia jurnalistik. Mereka adalah Arian13 (vokalis band indie Puppen dan Seringai); Salman Aristo yang baru lulus dari Universitas Padjajaran (sekarang penulis skenario film yang produktif) dan Gupta Mahendra (gitaris grup jazz Chlorophyl, sarjana Sastra Cina UI).

Untuk liputan lapangan, MTV Trax merekrut lima orang mahasiswa/i dari berbagai kampus yang memiliki pergaulan luas dan menyukai musik. Mereka tak harus ke kantor setiap hari seperti kewajiban reporter media konvensional karena MTV Trax terbit bulanan. Mereka menyesuaikan kehadiran di kantor dengan jadwal kuliah dan ujian kampus masing-masing.

Setelah enam bulan persiapan, edisi perdana MTV Trax beredar Agustus 2002. Pada Oktober 2002, muncul MTV Trax Thailand sebagai franchisee (penerima waralaba) yang mengadopsi model bisnis MTV Trax (Indonesia).

Meski menikmati pekerjaannya, ia sulit beradaptasi dengan gaya hidup sekelilingnya yang "work hard, party harder" yang dirasakannya glamor, liberal, permisif. Apalagi paket remunerasi yang diterimanya tidak sebanding dengan iamji MRA Group dan MTV sebagai perusahaan global kelas atas.

Dengan berat hati, Akmal akhirnya memutuskan mundur. Posisinya sebagai pemimpin redaksi digantikan Hagi Hagoromo. Nama MTV Trax berubah menjadi Trax setelah kerja sama MRA Group dan MTV tak berlanjut. Setelah Hagi juga mundur pada 2005, Andre James Oscar Sumual (Andre Opa) menempati kursi pemimpin redaksi sampai Trax berhenti terbit pada 2016.

Tempo dan Novel Debut(2004–2010)

Dalam keadaan tak terikat komitmen dengan perusahaan manapun, majalah Tempo melalui Arif Zulkifli dan Toriq Hadad memberikan kesempatan kepada Akmal untuk bergabung.

Pada Juli 2005, Akmal meluncurkan novel perdana berjudul Imperia yang bergenre thriller politik di sebuah acara buku nasional di Istora Gelora Bung Karno. Pembahas adalah penulis-jurnalis senior Leila S. Chudori (Tempo) dan pengamat politik Eep S. Fatah.

Pada tahun 2006, Akmal mendapat tugas liputan ke Busan, Korea Selatan untuk meliput Festival Film Internasional Busan dan fenomena kebangkitan K-Pop yang sedang menyaingi J-Pop di seluruh dunia.

Selanjutnya, pada Desember 2007, ia ditugaskan ke Pakistan meliput topik pembunuhan Benazir Bhutto, Desember 2007. Akmal berkeliling empat kota (Karachi, Islamabad, Rawalpindi, Lahore) sampai berlangsung Pemilu Februari 2008. K

Setelah enam tahun berkiprah sebagai wartawan Tempo dan melahirkan tiga buku (Imperia, Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku, dan Nagabonar Jadi 2), Akmal memutuskan meninggalkan dunia jurnalistik. Ia mulai fokus sebagai penulis kreatif penuh waktu. Keputusan itu dilakukannya pada awal 2010.

Akmal Nasery Basral Kini

Pada Juli 2010, Akmal meluncurkan novel sejarah Sang Pencerah dalam momentum Satu Abad Muhammadiyah dan Muktamar ke-46 yang berlangsung di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada 2014, Akmal mendapat tawaran beasiswa pascasarjana untuk studi Ekonomi syariah di Institut Agama Islam Tazkia, Sentul City, melalui Ahmad Mukhlis Yusuf, mantan Pemimpin Umum ANTARA. Sejak itu, ia mulai sering mendapatkan permintaan mengisi kajian di masjid komplek (pemukiman) atau perkantoran.

Baca juga: J.S. Khairen, Novelis dengan Berjibun Karya Lintas Genre

Meski demikian, Akmal membatasi hanya menyampaikan materi yang berkaitan dengan sejarah Islam dan tokoh-tokoh Islam atau fenomena sosial budaya dalam bingkai peradaban, bukan berkaitan dengan fikih ibadah atau fikih muamalah yang lebih spesifik.

Akmal tak pernah mau dipanggil ustaz. Namun, ia tak keberatan jika orang-orang memanggilnya dai. Berbeda dengan ustaz yang berarti guru besar, dai berarti penyeru. Baginya, apapun profesi dan latar belakang pendidikan seseorang, jika orang tersebut menyerukan ajakan kebaikan kepada sesama maka sang penyeru bisa dipanggil dai. [den]

Baca Juga

Aisyah Elliyanti adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di FK Unand
Aisyah Elliyanti, Spesialis Kedokteran Nuklir Pertama di Sumatera
Prof. Syukri Arief adalah ilmuwan kimia Indonesia yang sehari-hari mengajar di Universitas Andalas (Unand).
Syukri Arief, Guru Besar Kimia Universitas Andalas
Marah Adin berkarir sebagai penyuluh pertanian pada masa Hindia Belanda dan pensiun sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah (1948–1956)
Marah Adin, Pendiri Kota Solok
Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia di Sumatra Barat pada dekade 1920-an
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Keluar-Masuk Penjara
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Asvi Warman Adam adalah sejarawan kontemporer Indonesia yang menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1983.
Asvi Warman Adam, Menguak Kabut Sejarah